Sabtu, 31 Januari 2015

Ilmu kalam masa kini



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

  Ajaran Islam, yang sumber ajarannya berasal dari Al-qur’an dan sunnah Nabi, diyakini oleh umat Islam dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang diproduksi oleh perputaran zaman. Pada dasarnya Islam itu satu, tetapi pada kenyataannya bahwa tampilan Islam itu beragam, karena lokasi penampilannya mempunyai budaya yang beragam, perubahan jaman telah membawa budaya dan teknologi yang berbeda-beda.Misalnya, ada komunitas yang senang menampilkan Islam dengan pemerintahan kerajaan, ada pula yang senang pemerintahan republik.Bahkan, ada yang ingin kembali ke pemerintah bentuk khilafah Ada yang terikat dengan teks Al-Qur’an dan Hadis dalam memahami ajaran Islam.
Tidak bisa dihindari lagi, semua merasa pemikirannyalah yang paling benar antara sesama Muslim yang terjadi dimana-mana dalam rangka menampilkan Islam.Tampaknya, pemahaman itu utuh, pesan ketuhanan dapat ditangkap, fanatik buta dapat diredam, sejarah tampilan ajaran Islam dari waktu ke waktu perlu dicermati. Dengan cara ini proses terselengaranya syariat Islam di masa Nabi dan generasai-generasi berikutnya dapat dipahami. Alasan kebijakan para tokoh Islam untuk maksud ini pun dapat dimengerti.Dalam era kontemporer ini kemudian teraktualisasi perdebatan kalam dikalangan tokoh modernis.
Di antara tokoh yang ada di era kontemporer ini adalah Ismail Al-Faruqi dan  Hasan Hanafi. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang ilmu kalam masa kini tentang pemikiran tokoh yang telah disebutkan di atas.


A.    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Ilmu kalam masa kini ?
2.      Bagaimana latar belakang Ismail Al-Faruqi ?
3.      Bagaimana pemikiran kalam Ismail Al-Faruqi ?
4.      Apa saja karya-karya Ismail Al-Faruqi ?
5.      Bagaimana latar belakang Hasan Hanafi ?
6.      Bagaimana pemikiran kalam  Hasan Hanafi ?
7.      Apa saja karya-karya Hasan Hanafi ?
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui Ilmu kalam masa kini.
2.      Untuk mengetahui latar belakang Ismail Al-Faruqi.
3.      Untuk mengetahui pemikiran kalam Ismail Al-Faruqi.
4.      Untuk mengetahui apa saja karya-karya Ismail Al-Faruqi.
5.      Untuk mengetahui latar belakang Hasan Hanafi.
6.      Untuk mengetahui pemikiran kalam Hasan Hanafi.
7.      Untuk mengetahui apa saja karya-karya Hasan Hanafi.















BAB II
PEMBAHASAN

A.      Ilmu Kalam MasaKini
Ilmu kalam atau Teologi termasuk salah satu bidang study Islam yang amat dikenal baik oleh  kalangan akademis maupun oleh masyarakat pada umunya. Hal ini antara lain terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam menjelaskan berbagai masalah yang muncul dimasyarakat. Keberuntungan atau kegagalan seseorang dalam kehidupannya sering di lihat dari sisi Teologi.Dengan kata lain, berbagai masalah yang terjadi di masyarakat seringkali dilihat dari sudut teologi.
Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Kalam ialah Ilmu yang berisi alasan alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli Sunnah.[1]
Namun dalam perkembangan selanjutnya Ilmu Teologi juga berbicara tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan keimanan serta akibat-akibatnya, seperti masalah iman, kufur, musyrik, murtad, masalah kehidupan akhirat dengan berbagai kenikmatan atau penderitaannya dan lain sebagainya. Sejalan dengan perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, teologi juga disebut dengan Ilmu Tauhid, Ilmu Ushulludin, Ilmu ‘Aqaid, dan Ilmu Ketuhanan.
Dari beberapa pendapat di atas segera dapat diketahui bahwa teologi adalah adalah Ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah ketuhanan serta berbagai masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang meyakinkan. Dengan demikian, seseorang yang mempelajarinya dapat mengetahui bagaimana cara-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana pula cara menjaga keimanan tersebut agar tidak hilang atau rusak. Dari pengertian di atas kami akan memaparkan tentang dua tokoh modernis yaitu :

B.       Latar Belakang Singkat Ismail Al Faruqi
Ismail Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921.Pendidikan dasarnya dimulai dari madrasah, dan pendidikan menengahnya di Colleges des Freres, dengan bahasa pengantar Perancis. Kemudian pada tahun 1941 lulus dari American University of Beirut. Ismail lalu bekerja untuk pemerintah Inggris di Palestina.Pada tahun 1945, dia dipilih sebagai Gubernur Galilea. Tapi, setelah Israel mencaplok Palestina, ia pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1949. Di Amerika, ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang filsafat di University of Indiana dan University of Harvard. Dia melanjutkan pendidikannya dengan mengambil gelar doktor filsafat di University of Indiana dan di Al-Azhar University pada tahun 1952.[2]
Dia kemudian mengajar beberapa universitas diseluruh dunia diantaranya universitas di Kanada, Pakistan dan Amerika Serikat.Pada tahun 1968, dia menjadi guru besar Studi Islam di Temple University, Amerika Serikat. Sebagai anak Palestina, al-Faruqi mengecam keras apa yang telah dilakukan oleh Zionis Israel yang menjadi dalang pencaplokan Palestina. Namun, ia dengan tegas membedakan Zionisme dan Yahudi. Dalam buku Islam and Zionism, ia berkata bahwa Islam adalah agama yang menganggap agama Yahudi sebagai agama Tuhan, yang ditentang Islam adalah politik Zionisme.
Pembunuhan atas dirinya dan istrinya diduga karena kritiknya yang keras terhadap kaum Zionis Yahudi. Kematian Ismail Raji al-Faruqi meninggal dunia karena dibunuh pada tanggal 27 Mei 1986 di rumahnya.




C.    Pemikiran Kalam Ismail Al-Faruqi
Pemikiran kalam Ismail al Faruqi tertuang dalam karyanya yang berjudul Tahwid: Its Implications for Thought and Life. Dalam karyanya ini beliau ini mengungkapkan bahwa:
1. Tauhid sebagai inti pengalaman agama
Inti pengalaman agama, kata Al-Faruqi adalah Tuhan. Kalimat syahadat menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan pemikiran setiap muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran Muslim dalam setiap waktu. Bagi kaum Muslimin, Tuhan benar-benar merupakan obsesi yang agung.[3]Esensi pengalaman agama dalam islam tiada lain adalah realisasi prinsip bahwa hidup dan kehidupan ini tidaklah sia-sia.[4]
2.Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia, dan takdir.
3.Tauhid sebagai intisari Islam
Esensi peradaban Islam adalah Islam sendiri.Tidak ada satu perintah pun dalam Islam yang dapat dilepaskan dari tauhid.Tanpa tauhid, Islam tidak aka nada. Tanpa yauhid, bukan hanya sunnah nabi yang patut diragukan, bahkan ptanata kenabian pun menjadi hilang.[5]
4.Tauhid sebagai prinsip sejarah
Tauhid menempatkan manusia pada suatu etika berbuat atau bertindak, yaitu etika ketika keberhargaan manusia sebagai pelaku moral diukur dari tingkat keberhasilan yang dicapainya dalam mengisi aliran ruang dan waktu.Eskatologi Islam tidak mempunyai sejarah formatif. Is terlahir lengkap dalam Al-Qur’an, dan tidak mempunyai kaitan dengan situasi para pengikutnnya pada masa kelahirannya seperti halnya dalam agama Yahudiatau Kristen. Is dipandang sebagai suatu klimaks moral bagi kehidupan di atas bumi.
5.Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
Berbeda denga “iman” Kristen, iman Islam adalah kebenaran yang diberikan kepada pikiran, bukan kepada perasaan manusia yang mudah dipercayai begitu saja.Kebenaran, atau proposisi iman bukanlah misteri, hal yang dipahami dan tidak dapat diketahui dan tidak masuk akal, melainkan bersifat kritis dan rasional. Kebenaran-kebenarannya telah dihadapkan pada ujian keraguan dan lulus dalan ditetapkan sebagai kebenaran.[6]
6. Tauhid sebagai prinsip metafisika
Dalam Islam, alam adalah ciptaan dan anugerah. Sebagai ciptaan, ia bersifat teleologis, sempurna, dan teratur. Sebagai anugerah, ia merupakan kebaikan yang tak mengandung dosa yang disediakan untuk manusia. Tujuannya agar manusia melakukan kebaikan dan mencapai kebahagiaan. Tiga penilaian ini, keteraturan, kebertujuan, dan kebaikan, menjadi cirri dan meringkas pandangan umat Islam tentang alam.[7]
7.Tauhid sebagai prinsip etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah memberi amanat-Nya kepada manusia, suatu amanat yang tidak mampu dipikul oleh langit dan bumi. Amanat atau kepercayaan Ilahi tersebut berupa pemenuhan unsur etika dari kehendak Ilahi, yang sifatnya mensyaratkan bahwa ia harus direalisasikan dengan kemerdekaan, dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu melaksanakannya. Dalam Islam, etika tidak dapat dipisahkan dari agama dan bahkan dibangun di atasnya.[8]

8.Tauhid sebagai prinsip tata sosial
Dalam Islam tidak ada perbedaan antara yang satu dengan yang lainnya. Masyarakat Islam  adalah masyarakat terbuka dan setiap manusia boleh bergabung dengannya, baik sebagai anggota tetap ataupun sebagai yang dilindungi (dzimmah). Masyarakat Islam harus mengembangkan dirinya untuk mencakup seluruh umat manusia. Jika tidak, ia akan kehilangan klaim keislamannya.[9]
9.Tauhid sebagai prinsip ummah
Dalam menyoroti tentang tauhid sebagai prinsip ummat, al Faruqi membaginya kedalam tiga identitas, yakni: pertama, menenentang etnosentrisme yakni tata sosial Islam adalah universal mencakup seluruh ummat manusia tanpa kecuali dan tidak hanya untuk segelitir suku tertentu. Kedua, universalisme yakni Islam meliputi seluruh ummat manusia yang cita-cita tersebut diungkapkan dalam ummat dunia. Ketiga totalisme, yakni Islam relevan dengan setiap bidang kegiuatan hidup manusia dalam artian Islam tidak hanya menyangkut aktivitas mnusia dan tujuan di masa mereka saja tetapi menyangkut aktivitas manusia disetiap masa dan tempat.[10]
10.Tauhid sebagai prinsip keluarga
Al-Faruqi memandang bahwa selama tetap melestarikan identitas mereka dari gerogotan kumunisme dan idiologi-idiologi Barat, umat Islam akan menjadi masyarakat yang selamat dan tetap menempati kedudukan yang terhormat. Keluarga Islam memiliki peluang lebih besar tetap lestari sebab ditopang oleh hukum Islam dan dideterminisi oleh hubungan erat dengan tauhid.[11]
11.Tauhid sebagai tata politik
Al-Faruqi mengaitkan tata politik dengan pemerintahan. Kekhalifahan didefenisikan sebagai kesepakatan tiga dimensi, yaitu: kesepakatan wawasan (ijma’ ar-ru’yah), kehendak (ijma’ al-iradah), dan tindakan (ijma’ al-amal). Wawasan yang dimaksud al-Faruqi adalah pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk kehendak iIahi. Kehendak yang dimaksud Al-Faruqi adalah pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk kehendak Ilahi. Adapun yang dimaksud dengan tindakan adalah peelaksanaan kewajiban yang timbul dari kesepakatan.[12]
12.Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
Al-Faruqi melihat implikasi Islam untuk tata ekonomi ada dua prinsip, yaitu: pertama, tak ada seorang atau kelompok pun yang dapat memeras yang lain. Kedua, tak satu kelompok pun boleh mengasingkan atau memisahkan diri dari umat manusia lainnya dengan tujuan untuk mebatasi kondisi ekonomi mereka pada diri mereka.[13]
13.Tauhid sebagai prinsip estetika
Dalam hal kesenian, beliau tidak menentang kretaivitas manusia, tidak juga menentang kenikmatan dan keindahan.Menurutnya Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan dalam kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya.[14]



D. Karya-karya AI-Faruqi
Al.-Faruqi adalah ilmuan yang produktif.Ia berhasil menulis lebih dua puluhbuku dan seratus artikel. Diantara bukunya yang terpenting adalah:Tauhid :its Imlications for Thought and file (1982). Buku ini mengupas tentangtauhid secara lengkap. Tauhid tidak hanya dipandang sebagai ungkapan lisan bahkanlebih dari itu, tauhid dikaitkan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, baik itusegi politik, sosial, dan budaya. Dari inilah kita dapat melihat titik tolak pemikiran Al-Faruqi yang berplikasi pada pemikirannya dalam bidang-bidang lain.
Dalam buku Islamization of Knowledge: General Principle and Workplan(1982), walaupun ukurannya sangat sederhana, namun menampilkan pikiran yangcemerlang dan kaya, serta patut dijadikan rujukan penting dalam masalah Islamisasiilmu pengetahuan, didalamnya terangkum langkah-langkah apa yang harusditempuh dalam proses islamisasi tersebut.
Karyanya yang berhubungan dengan ilmu perbandingan agama cukupbanyak, hal ini dapat dimaklumi karena ia sendiri adalah orang yang ahli dalamperbandingan agama. Walaupun ia diargumentasikan tak cukup "sukses" sebagai ahliperbandingan agama. Berbagai karya dalam bidang ini menunjukkan ia kelewat "terbakar" oleh Islam untuk mengaprisiasikan agama-agama lain. Ia lebihmengambil posisi sebagai pendebat dan missionaris eguh yang membela danmendakwakan Islam. Bukunya yang secara khusus membahas perbandinganagama adalah Cristian Ethics, Triolouge of Abraham Faits pada buku ini terdapat tigatopik utama: Tiga agama saling memandang. Konsep tiga agama tentang Negara dan bangsa, konsep tiga agam tentang keadilan dan perdamaian, masing-masingpenyumbang dari Yahudi, Kristen dan Islam menawarkan prespektif yang jelasmengenai pokok persoalan berdasarkan tiga topik utama tersebut. Buku inimerupakan sebuah langkah baru perbandingan agama yang dapat membuka jalanbagi pemikiran an diskusi masa depan, serta buku Historical Atlas of the Region ofthe World.
Dan karyanya yang dianggap monumental adalah Cultural Atlas Islam, karyaini ditulis bersama istrinya, Louis lamiya AI-Faruqi, dan diterbitkan tak lama setelah keduanya meninggal.
Tulisan-tulisannya yang lain seperti The Life of Muhammad (Philadelphia:Temple University Press, 1973); Urubah and Relegion (Amsterdam: Djambatan,1961); Particularisme in the Old Testament nd Contemporary Sect in Judaism (Cairo:League of arabe States, 1963); The Great Asian Religion (New York: Macmillen,1969) (AI-Faruqi, 1975:XI), serta banyak lagi artikel dan makalah yang sudahditerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.[15]

E.       Latar Belakang Singkat Hasan Hanafi
Hasan Hanafi dilahirkan pada 13 Februari tahun 1935, di Kairo.Pendidikannya diawali pada tahun 1948 dengan menamatkan pendidikan tingkat dasar, dan melanjutkan studinya di Madrasah Tsanawiyah Khalill Agha, Kairo yang diselesaikannya selama empat tahun.Hasan Hanafi adalah pengikut Ikhwanul Muslimin ketika dia aktif kuliah di Universitas Kairo.Hanafi tertarik juga untuk mempelajari pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan sosial dalam Islam. Ia berkonsentrasi untuk mendalami pemikiran agama, revolusi, dan perubahan sosial.[16]
Dari sekian banyak tulisan dan karyanya yaitu: Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi pemikirannya semenjak revolusi 1952. Kiri Islam, meskipun baru memuat tema-tema pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah memformulasikan satu kecenderungan pemikiran yang ideal tentang bagaimana seharusnya sumbangan agama bagi kesejahteraan umat manusia.

F. Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
a.     Kritik terhadap teologi Tradisional
Dalam gagasannya tentang rekonstruksi teologi tradisional, Hanafi menegaskan perlunya mengubah orientasi perangkat konseptual kepercayaan (teologi) sesuai dengan perubahan konteks politik yang terjadi.Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa teologi tradisonal lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman yang bertujuan untuk memelihara kemurniannya. Hal ini berbeda dengan kenyataan sekarang bahwa Islam mengalami kekalahan akibat kolonialisasi sehingga perubahan kerangka konseptal lama pada masa-masa permulaan yang berasal dari kebudayaan klasik menuju kerangka konseptual yang baru yang berasal dari kebudayaan modern harus dilakukan.[17]
Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik sosial politik.Sehingga kritik teologi memang merupakan tindakan yang sah dan dibenarkan karena sebagai produk pemikiran manusia yang terbuka untuk dikritik.Hal ini sesuai dengan pendefenisian beliaun tentang definisi teologi itu sendiri.Menurutnya teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak tunduk pada ilmu. Tuhan mengungkaplan diri dalam Sabda-Nya yang berupa wahyu.
               Teologi demikian, lanjut Hanafi, bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak tunduk kepada ilmu.Tuhan mengungkapkan diri dalam sabda-Nya yang berupa wahyu.Ilmu Kalam adalah tafsir yaitu ilmu hermeneutic yang mempelajari analisis percakapan (discourse analysis), bukan saja dari segi bentuk-bentuk murni ucapan, melainkan juga dari segi konteksnya, yakni pengertian yang merujuk kepada dunia. Adapun wahyu sebagai manifestasi kemauan Tuhan, yakni sabda yang dikirim kepada manusia mempunyai muatan-muatan kemanusiaan.
               Hanafi ingin meletakkan teologi Islam tradisional pada tempat yang sebenarnya, yakni bukan pada ilmu ketuhanan yang suci, yang tidak boleh dipersoalkan lagi dan harus diterima begitu saja secara taken for Granted. Ia adalah ilmu kemanusiaan yang tetap terbuka untuk diaadakan verifikasi dan falsafikasi, baik secara historis maupun eiditis.
               Menurut Hasan Hanafi, teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah pandangan yang benar-benar hidup dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan kongkret umat manusia hal ini disebabkan oleh sikap para penyusun teologi yang tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Sehingga menimbulkan keterpercahan antara keimanan teoritik dengan amal praktiknya di kalangan umat.
               Secara historis, teologi yang telah menyingkap adanya benturan berbagai kepentingan dan ia sarat dengan konflik social-politik. Teologi telah gagal pada dua tingkat: Pertama, pada tingkat teoritis, kedua, pada tingkat praxis, yaitu gagal karena hanya menciptakan apatisme dan negativisme.

b.    Rekontruksi Teologi
                 Melihat sisi-sisi kelemahan teologi tradisional, Hanafilalu mengajukan saran rekontruksi teologi. Menurutnya, adalah mungkin untuk memfungsikan teologi menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa kini, yaitu dengan melakukan rekontruksi dan revisi, serta nenbangun kembali epistemologi lama yang rancu dan palsu menuju epiatemologi baru yag sahih dan lebih signifikan. Tujuan rekontruksi teologi Hanafi adalah menjadikan teologi tidak sekedar dogma-dogma keagamaan yang kosong, melainkan menjelma sebagai ilmu tentang pejuang social, yang menjadikan keimanan-keimanan tradisonal memiliki fungsi secara actual sebagai landasan etik dan motivasi manusia.
               Sistem kepercayaan sesungguhnya mengekpresikan bangunan sosial tertentu. Sistem kepercayaan menjadikan gerakan social sebagai gerakan bagi kepentingan mayoritas yang diam (al-aglabiyah as-sfimitah: the majority) sehingga system kepercayaan memiliki fungsi visi. Karena memiliki fungsi revolusi, tujuan final rekonstruksi teologi tradisionla adalah revolusi sosial. Menilai revolusi dengan agama dimasa sekarang sama halnya dengan mengaitkan filsafat dengan syariat di masa lalu, ketika filsafat menjadi zaman saat itu.
               Sebagai konsekuensi atas pemikirannya yang menyatakan bahwa para ulama tradisional telah gagal dalam menyusun teologi yang modern, maka Hanafi mengajukan saran rekontruksi teologi. Adapaun langkah untuk melakukan rekonstruksi teologi sekurang-kurangnya dilatarbelakangi oleh tiga hal yaitu:
1). Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas di tengahpertarungan global anatar berbagai  ideologi.
2).  Pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi teoritisnya, tetapi juga terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan ideologi gerakan dalam sejarah. Salah satu kepentingan teologi ini adalah memecahkan problem pendudukan tanah di Negara-negara muslim.
3). Keperingan teologi yang bersifat praktis  (amaliyah fi’liyah) yang secara nyata diwujudkan dalam realisasi tauhid dalam dunia Islam. Hanafi menghendaki adanya ‘teologi dunia’ yaitu teologi baru yang dapat mempersatukan umat Islam di bawah satu orde.
          Menurut Hanafi, rekontruksi teologi merupakan salah satu cara yang mesti ditempuh jika mengharapkan agar teologi dapat memberikan sumbangan yang kongkret dagi sejarah kemanusiaan. Kepentingan rekontruksi itu pertama-tama untuk mentranformasikan teologgi menuju antropologi, menjadikan teologi sebagai wacana tenntang kemanusiaan, baik secara eksistensi, kognitif, maupun kesejarahan.
Selanjutnya Hanafi menawarkan dua hal untuk memperoleh kesempurnaan teori ilmu dalam teologi Islam yaitu:
a).  Analisis bahasa. Bahasa serta istilah-istilah dalam teologi tradisonal adalah warisan nenek moyang di bawah teologi, yang merupakan bahasa khas yang seolah-olah menjadi ketentuan sejak dulu.Teologi tradisonal memiliki istilah-istilah khas seperti Allah, iman, akhirat. Menurut Hanafi, semua ini sebenarnya menyingkapkan sifat-sifat dan metode keilmuan, ada yang empirik-rasional seperti iman, amal, dan imamah, dan ada yang historis seperti nubuwah serta ada pula yang metafisik seperti Allah dan akhirat.
b). Analisis realitas. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis-sosiologis munculnya teologi di masa lalu, mendiskripsikan pengaruh-pengaruh nyata teologi bagi kehidupan masyarakat.
Dan bagaimana ia mempunyai kekuatan mengarahkan terhadap prilaku para pendukungnya. Analsis realitas ini berguna untuk menentukan stressing kearah mana teologi kontemporer harus diorientasikan.[18]

G.      Karya-karya Hassan Hanafi
Karya-karya besar Hasan Hanafi sampai sekarang baik berupa buku ataupun artikel telah banyak beredar dan mewarnai khazanah pemikiran umat Islam dan dunia pada umunya. Di antara karya besar Hanafi adalah sebagai berikut:
(1). Min al-Aqidah ila ats –Tsawrah : Muhawalah li I’adah Ilmu Ushul addin
(2). Muqaddimah fi’Ilma al-Istighrab, tahun 1991
(3). Les Metodesd ‘Exegese, essai sur la science des fondaments delacomprehension, ilm ushul al-fiqh, (Seri Desertasi,1965);
(4). L’Exeqese de la Phenomenologie L’etat actual de la methode Phenomenologique et son application au Ph’enomene religiux (Seri Desertasi, 1965);
(5).La Phenomenologie d L’Wxwgese ; Essa d’Une Hermeneutique
existentielle a Parti du Nouvea testan ment (Seri Desertasi, 1966)
(6). Religious Dialog and Revolution (1977)
(7).Al-Turats wa al-Tajdid (1980)
(8).Al-Yasar Al-Islami Khitabah fi An-Nahdhah al-Islamiyyah (1981),
(9).Falsafiyyah:Min Al-Aqidah Ila Ats –Tsawrah (1988)
(10).Ad-Din wa Ats-Tsawrah di Mishr 1956 – 1981, (1989) 39
(11).Hiwar Al-Masyriq al-Maghrib(1990)
(12).Humum Al-Fikr Wal-Wathan (1997)
(13).Hiwar al-Aiya’ (1998), merupakan kumpulan komentar atau tanggapan
Hanafi terhadap pemikiran sejumlah intelektual terkemuka di zamannya, termasuk muridnya yang sangat brilian Nashr Hamid Abu Zayd.
(14).Namadzi min al-Falsafah al-Mashiyah fi al-‘As al-Wasith : al-Mu’allili
Aghustin, al-Iman Bahits ‘an al-‘Aql Latashim, al-Wujud wa al-Lathut Wa al-Siyasah (1973)
(15).Lessing : Tarbiyah fi al-Jins al-Basy Ari’ wa A’mal Ukhra (1977)
(16). Jean Paul Sarte ; Ta’ali al-Ana al-Mawjud (1978)
Di antara karya yang paling fenomenal adalah Al-Yasar Al-Islami, Al-Turats wa al-Tajdid serta Humum Al-Fikr Wal-Wathan. Kedua karya yang
pertama bagaimana Hanafi berupaya membongkar paradigma bahwa Islam
adalah kuno dan tidak dapat diajak ke arah progresifitas. Hal ini dapat dilihat
dalam uraiannya tentang bagaimana membangkitkan ghirah (semangat) berfikir dan berkarya, sehingga Islam akan menjadi berkembang dan tidak mengalami kejumudan. Di antara tawaran Hanafi berkaitan dengan pendongkrakan kejumudan berfikir dan berkarya demi tegaknya masyarakat Islam yang mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an adalah:
(a).Teologi Revolusioner Dalam bidang ilmu usul al-din, Kiri Islam memandang Mu’tazilah sebagai refleksi gerakan rasionalisme, naturalisme dan kebebasan manusia. Konsep tauhid di pandang lebih merupakan prinsip-prinsip rasional murni dari pada konsep personidikasi seperti konsep Asy’ariah transendensi (tanzih) mengekspresikan (tasybih), dan bahwa penyatuan antara zat (essensi) dan sifat (attribute) lebih dekat pada keadilan dari pada memisahkan di antara keduanya. Kiri Islam memandang Khawarij yang mendukung revolusi Islam dan teguh dalam merebut hak-hak rakyat dalam pengembalian martabat mereka, kiri Islam menyerukan, bahwa perbuatan adalah syarat keimanan 40umat Islam terus berkarya, sehingga tepatlah semboyan “sedikit bicara banyak kerja”
(b).Fiqih Sosial Kiri Islam mengikuti paradigma fiqh dan usul fiqh Maliki, karena ia menggunakan pendekatan kemaslahatan serta membela kepentingan umat muslim. Kiri Islam menekankan perlunya keberanian dalam membuat keputusan hukum berdasarkan realitas dan kemaslahatan umum dengan bercermin pada Malikiah. Penggunaan akal secara optial dalam interpretasi teks bercermin pada Syafi’iyah, dan komitmen terhadap teks bercermin pada Hambaliah.
(c).  Pemikiran Filosofis-Rasionalistik Kiri Islam mengikuti paradigma filosofis Ibnu Rusyd. Yaitu menghindari Illuminasi dan Metafisika dengan mendayagunakan rasio untuk menganalisis hukum alam. Filsafat rasional klasik yang dirintis al-Kindi dan bertumpu pada rasio ilmiah memandang filsafat sebagai dasar agama, menguasai hukum alam dan menundukkannya bagi kemaslahatan umat manusia. Maka tumbuhlah perspektif rasional, ilmiah dan natural sebagai prinsip rekronstruksi sosial.
(d).Kritik Internal Hadits dan Tafsir Revolusioner-Ideologis Kiri Islam mempunyai akar pada ilmu-ilmu normatif tradisional, yakni ilmu yang pertama berkembang di sekitar wahyu ilmu-ilmu al-Qur'an, al-Hadits, tafsir dan Fiqh. Beberapa cabang ilmu itu memung-kinkan untuk dikembangkan secara kontemporer.
(e).Rekonstruksi Sufisme Kiri Islam menolak tasawuf serta memandangnya sebagai penyebab dekandensi kaum muslimin. Islam lalu berubah dari suatu gerakan horizontal dalam sejarah menjadi gerakan vertikal yang keluar dari kehidupan dunia, dan cita-cita kesejarahan menjadi cita-cita historis, dari milik seluruh umat, Islampun menjadi milik eksklusif jemaat tarekat belaka. Pada tingkat ekstase (al-fana) dan manunggal dengan Tuhan (al-Ittihad) secara ilusif dan fantastik, para sufi mengakhiri pengembaraan spiritualnya tanpa mengubah dunia.[19]Hanafi meluncurkan jurnal berkalanya al-Yasar al-Islami 1 kiri Islami. Beberapa esai tentang kebangkitan Islam pada tahun 1981. dalam esai pertama jurnal itu, “Apa yang dimaksud kiri Islam?” Hassan Hanafi mendiskusikan beberapa isu penting berkaitan dengan kebangkitan Islam. Secara singkat dapat dikatakan, kiri Islam bertopang pada tiga pilar dalam rangka mewujudkan kebangkitan Islam, revolusi Islam dan kesatuan ummat. Kiri Islam diterbitkan setelah kemenangan revolusi Islam di Iran tahun 1979. Hassan Hanafi menjelaskan munculnya kiri Islam, ia mengkaji beberapa kecenderungan yang menurutnya penting untuk didiskusikan bagi masa depan dunia Arab – Islam :
Pertama: Ia menggambarkan adanya kecenderungan agama di kooptasi
oleh kekuasaan, dan praktek keagamaan diubah semata-mata
ritus.
Kedua: Liberalisme adalah subyek kritik Hassan Hanafi meskipun secara
retorik anti kolonial, namun liberalisme itu sendiri merupakan
produk kolonialisme Barat.
Ketiga : Kecenderungan Marxis Barat yang bertujuan memapankan suatu
partai yang berjuang melawan kolonialisme telah menciptakan
dampak-dampak tertentu, namun belum cukup untuk membuka
kemungkinan berkembangnya khazanah intelektual muslim.
Keempat: Kecenderungan revolusi nasionalis terakhir, telah membawa
banyak perubahan fundamental dalam struktur sosial dan
kebudayaan Arab-Islam, tapi perubahan itu tidak mempengaruhi
kesadaran massa muslim.
Hassan Hanafi telah memperlihatkan titik-titik kuat dari kecenderungan
dan program-program itu, tapi sebagaimana telah kita lihat tadi, ia lebih
menonjolkan kekurangannya.
Tugas kiri Islam adalah untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan itu dan merealisasikan tujuan-tujuannya termasuk revolusi nasional yang berbasis pada prinsip revolusi sosialisme melalui khazanah intelektual ummat.[20]
Di bawah ini akan dijelaskan pengertian kiri Islam sendiri, beserta tugas-tugas kiri Islam tersebut : Kiri Islam, adalah sebuah forum diantara pergerakan Islam modern yang muncul dari berbagai kalangan di dunia Islam.
Kiri Islam, adalah sebuah manifesto yang berbasis Islam, yang dianggap sebagai ajaran sempurna dari Tuhan kepada umat manusia.[21]Dari realitas kebangkitan umat Hassan Hanafi mengharuskan “rekonstruksi rasionalisme saat ini jauh lebih penting dari pada merobohkan rasionalisme seperti dalam pemikiran sufisme klasik. Karena itu, kiri Islam sependapat dengan Mu’tazilah. Rekonstruksi pemikiran dalam khazanah Islam adalah membangkitkan khazanah Islam itu dan sekaligus dunia Islam.[22]
Oleh karenanya perlu dijelaskan makna antara istilah “kanan dan kiri”
dan Barat, menurut Hasan Hanafi :
Secara umum, kiri diartikan sebagai partai yang cenderung radikal, sosialis,
anarkis, reformis, progresif, atau liberal. Dengan kata lain kiri selalu
menginginkan sesuatu yang bernama kemajuan, yang memberikan inspirasi
bagi keunggulan manusia atas sesuatu yang bernama “Takdir sosial”. Bagi
Hassan Hanafi kiri mengangkat posisi kaum yang dikuasai, kaum yang tertindas, kaum miskin dan yang menderita. Kiri dan kanan tidak “ada” dalam
Islam itu sendiri, melainkan “ada” pada tatanan sosial, politik, ekonomi dan
sejarah. Bagi Hassan Hanafi, mengenalkan terminologi kiri dan orang-orang
kiri adalah penting bagi upaya menghapus seluruh sisa-sisa imperalisme.
Maka istilah “kanan atau barat” berarti mengembalikan “Barat” secara
geografis, tetapi menghalau segala pengaruh kultural Barat yang merasuk ke
dalam rusuk umat Islam dan bangsa-bangsa Muslim.[23]
Kiri Islam hadir untuk menantang dan menggantikan kedudukan
peradaban Barat. Jika al-Afghani mengingatkan akan imperialisme militer
maka kita pada awal abad ini telah menghadapi ancaman imperalisme ekonomi berupa korporasi multi nasional, kiri Islam memperkuat umat Islam dari dalam, dari tradisinya sendiri dan berdiri melawan pembaratan yang pada dasarnya bertujuan melenyapkan kebudayaan nasional dan memperkokoh dominasi kebudayaan Barat. Maka dari itu tugas kiri Islam sendiri adalah :
1.         Tugas kiri Islam adalah mengembalikan peradaban Barat ke dalam batas-batas alamiahnya, menjelaskan proporsinya, asal-usulnya. Kesesuaiannya
dengan situasi dan kesejarahan tertentu, untuk memperlihatkan bahwa
terdapat terdapat banyak model peradaban dan banyak jalan menuju
kemajuan.
2.         Tugas kiri Islam juga menarik peradaban Barat bersama-sama kekuatan militernya kedalam batas-batas, setelah imperialisme terpecah, dan menjadikannya sebagai obyek studi dari peradaban non-barat bahkan membangun ilmu baru yakni oksidentalisme untuk menandingi orientalisme lama.[24]
Akhirnya sepanjang karir intelektualnya, Hassan Hanafi mempublikasikan banyak tulisan yang di antaranya telah dibukukan dalam karya kompilasi maupun karya mandiri. Hingga studi ini dibuat, kita dapat menyaksikan tidak kurang dari dua puluh karya tulis Hanafi yang sempat di bukukan, karya-karya tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian; pertama, karya kesarjanaan di Sorbonne; kedua, buku, kompilasi tulisan dan artikel; dan terakhir, karya terjemahan, saduran, dan suntingan.





           BAB III

PENUTUP

A.      Kesimpulan

Al-Faruqi adalah seorang tokoh yang sangat besahaja dalam pengembangan pemikiran Islam komtemporer. Gagasan-gagasannya sangat brilian dalam rangka memecahkan persoalan yang dihadapi umat Islam.
Kebesarannya yang langsung berhadapan dengan Barat membuat Al-Faruqi mengamati sendiri tekanan-tekanan barat terhadap dunia Islam dan hal ini memunculkan ide-ide untuk menghadapi serangan-serangan tersebut. Idenya tidak terlepas dari konsep tauhid, karena tauhid adalah esensi Islam yang mencakup seluruh aktifitas manusia.
Begitu pula idenya tentang Islamisasi, tidak terlepasa dari pro dan kontra dan telah membawanya pada puncak ketenaran di dunia. Gagasannya tetap mejadi umat Islam pada abad ini.
Hasan Hanafi dilahirkan pada 13 Februari tahun 1935, di Kairo.Dari sekian banyak tulisan dan karyanya yaitu: Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi pemikirannya semenjak revolusi 1952. Kiri Islam, meskipun baru memuat tema-tema pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah memformulasikan satu kecenderungan pemikiran yang ideal tentang bagaimana seharusnya sumbangan agama bagi kesejahteraan umat manusia.

B.       Saran
Semoga pembahasan yang sedikit ini, dapat bermanfaat untuk kelompok kami khususkan dan bagi pembaca umumnya. Kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang dapat membangun rasa untuk berfikir positif, agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA


Sumber-sumber Primer:
Al-faruqi, Ismail Raji (Ed). 1974. Historical Atlas of the Religions of the World, New York: Macmillan co. inc.
__________1986. Islamization of Knowledge: the general principles and the Workplan dalam Knowledge for what? Islam abad-Fakistan: National Hijra Council.
__________1982, Tauhid. Its Implications for Thought and Life. Wynccote USA: The lntenationallnstitute of Islamic Thought.
__________(Ed) 1991. Trialogue of the Abraham ic Faits Herdon, virginia:
IIIT.
__________1983, Islam an Zionisme(artikel dalam Jhon L. Espasito) voices of Resurgent Islam. Oxford University Press.
__________Is The Moslem Defnaple in Terms of his economic Pursuits? (artikel dalam Khrusid Ahmad dan Zafar Ishaq Anshari (ed. Islamic Perspectives). The Islamic Foundation, Saudi Publl ishing House.
__________1983.Hakekat Hijrah Strategi Dakwah Islam membangun tatanan dunia Baru. Terjemahan oleh Badri Saleh dari The Hijraj: The necessyty of is
iqomat or vergegenwartigung.Mizan. Bandung.
__________and Lamya Al-Faruqi, 1986. The Cultural Atlas of Islam
__________and Absullah Omar. 1981. Social and Natural Sciencis; the Islamic Perspective.Hodder and Stonghton King Abdullah Aziz University Press.
Rozak Abdul, Ilmu Kalam, Bandung : Cv. Pustaka Setia 2014














[1] A. Hanafi, Theologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), cet. III, hlm. 10
[2] Mashyur Abadi, (Lamya Al Faruqi, Masa depan Kaum Wanita), (Surabaya: Al;Fikr,1991), hlm. 7-10


[3] Ismail Raji Al-Faruqi, Tauhid, Terj. Rahmani, Pustaka, 1988, hlm. 1
[4] Ibid, hlm. 13
[5] Ibid, hlm. 16, 17, 18
[6] Ibid. hlm. 42
[7] Ibid. hlm. 51
[8] Ibid. hlm. 61, 64
[9] Ibid. hlm. 102
[10]Ibid. hlm. 109, 110, 111, dan 102
[11] Ibid. hlm. 137
[12] Ibid. hlm. 149, 151, 154
[13] Ibid . hlm. 176
[14] Ibid. hlm. 207
[15] Ummat, dalam rubik “ rampai” No. 25 Tahun 1995, hlm 55
[16] A.H. Ridwan,(Reformasi Intelektual Islam),(Yogyakarta:Ittaqa Press,1998), hlm.96
[17] E. Kusnadingrat, Theology dan Pembebasan, (Gagasan Islam Kiri Hasan Hanafi), (Jakarta: Logos,1999),  hlm. 63-64
[18] Ibid, hlm. 50-51
[19] Ahmad Ridwan, Reformasi intelektual islam; Pemikiran asan Hanafi tentang Reaktulisasitradisi keilmuan islam, ITTAQWA pres, yogyakarta, 1998, hlm. 9-12
[20]Kazuo Shimohaki, kiri islam, Lkis, Yogyakarta, 1995, hlm. 7-9
[21]Ilham Baharudin Saenong, Hermeneneufika pembahasan Hassan hanafi, Mkmetodologi Tafsir Al-qur’an menurut Hassan Hanafi, Teraju, Jakarta, 2002, hlm. 11-15
[22]Ibid. hlm. 42-44
[23] Ibid. hlm. 5-6
[24] Ibid. hlm. 105

Tidak ada komentar:

Posting Komentar