Kata Pengantar
Alhamdulillah, Puji syukur
kepada Allah SWT. kami panjatkan atas
limpahan Rahmat ,Hidayah, serta InayahNya
kami bisa menyelesaikan karya Ilmiyah berupa Makalah yang singkat ini.
Sholawat sera salam mudah-mudahan tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi
akhir zaman, penolong ummat, yaitu Baginda Muhammad SAW. yang telah menunjukkan
kita kepada jalan yang di ridloi oleh Allah dengan ajarannya yaitu agama Islam.
Makalah kami buat untuk memenuhi
tugas dari Dosen Ilmu Kalam Jurusan PAI Fakultas Agama Islam UNISDA Lamongan
yang membahas tentang munculnya beberapa aliran baru setelah Rasululloh wafat.
Puncaknya ketika terjadi perang politik antara kubu Ali dan Muawiyyah sehingga
Islam terpecah menjadi beberapa golongan.
Mudah- mudahan makalah ini mudah difahami bagi pembacanya sehingga
adanya suatu manfaat dari pembuatan makalah ini serta mengenang dan mampu memahami Sejarah Islam pada masa lalu.
Apabila ada kekurangan dari penulisan makalah ini Penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Lamongan, 3 Nopember 2014
Daftar Isi
Kata Pengantar………………………………………………………. 1
Daftar Isi…………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………….. 3
A. Latar Belakang…………………………………………… 3
B. Rumusan Masalah………………………………………… 4
C. Tujuan……………………………………………………… 4
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………….. 5
A.
Khawarij………………………………………………….. 5
1.
Latar Belakang
Kemunculan Khawarij………………. 5
2.
Doktrin-doktrin Pokok Khawarij……………………… 7
3.
Perkembangan khawarij……………………………….. 11
B.
Murji’ah…………………………………………………… 14
1.
Latar Belakang Kemunculan Murji’ah………………… 14
2.
Doktrin-doktrin Pokok Murji’ah………………………. 15
3.
Sekte-sekte Aliran Murji”ah…………………………... 16
BAB III PENUTUP………………………………………………….... 18
A.
Kesimpulan………………………………………………... 18
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………….. 19
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya
beberapa golongan dan aliran dalam Islam pada dasarnya berawal dari menyikapi
permasalahan politik yang terjadi diantara umat Islam, yang akhirnya merebak
pada persoalan Teologi dalam Islam. Tegasnya adalah persoalan ini bermula dari
permasalahan Khilafah, yakni tentang siapa orang yang berhak menjadi Khalifah
dan bagaimana mekanisme yang akan digunakan dalam pemilihan seorang Khalifah.
Di satu sisi umat Islam masih ingin mempertahankan cara lama bahwa yang berhak
menjadai Khalifah secara turun temurun dari suku bangsa Quraisy saja. Sementara
di sisi lain umat Islam menginginkan Khalifah dipilih secara demokrasi,
sehingga setiap umat Islam yang memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa
ikut dalam pemilihan.
Manusia dalam kedudukannya sebagai Khalifah
Fil Ardli mendapat kepercayaan dari Allah SWT. untuk mengemban Amanah yang
sangat berat. Dia diciptakan bersama-sama dengan jin, dengan tujuan untuk
senantiasa menyembah dan beribadah kepada Allah SWT., untuk itu manusia
dituntut untuk mendalami, memahami serta mengamalkan pokok-pokok agamanya
(Ushuluddin) ditambah cabang-cabangnya. sehingga dia dapat menentukan
jalan hidupnya yang sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya.
Ego kesukuan dan kelompok yang saling
mementingkan kelompok masing-masing, memuncak pada masa kekhalifahan Usman Bin
Affan, yaitu pada tahun ke 7 kekhalifahan Usman sampai masa Ali Bin Abi Thalib
yang mereka anggap sudah menyeleweng dari ajaran Islam. Sehingga terjadilah
saling bermusuhan, bahkan pembunuhan sesama umat Islam. Masalah pembunuhan
adalah dosa besar dalam Islam, dalam menyikapi masalah inilah persoalan politik
merebak ke ranah teologi dalam Islam. Dalam makalah ini Penulis membahas
tentang Sejarah, Tokoh dan Ajaran Pokok golongan Khawarij dan Murjiah
yang muncul karena terjadinya permasalan politik.
B.
RUMUSAN MASALAH
Adapun Rumusan Masalah Makalah di bawah
ini adalah :
1.
Apa yang melatar belakangi berdirinya aliran
Khawarij dan Murji’ah?
2.
Apa saja doktrin-doktrin pokok dalam ajaran Khawarij dan Murji’ah?
3.
Sekte- sekte apa saja yang terdapat pada aliran
Khawarij dan Murji’ah?
C.
TUJUAN
1.
Untuk membahas tentang aliran Khawarij
a.
Menjelaskan tentang aliran Khawarij
b.
Mengkaji Sejarah awal tentang munculnya Khawarij
c.
Memahami ciri-ciri faham khawarij
2.
Membahas tentang aliran Murji’ah
a.
Menjelaskan tentang aliran Murji’ah
b.
Mengkaji sejarah awal tentang muncunya Murji’ah
c.
Memahami ciri-ciri faham Murji’ah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Khawarij
1.
Latar belakang kemunculan khawarij
Kata khawarij
secara etimologis berasal dari bahasa arab kharaja
yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.1 Berkenaan
dengan pengertian etimologis ini, Syahrastani menyebut orang yang memberontak
imam yang sah disebut sebagai khowarij.2 Berdasarkan pengertian
etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang memiliki sikap laten
ingin keluar dari kesatuan umat islam.3
Adapun yang di maksud khawarij
dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali
bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan
barisan karena tidak sepakat terhadap Ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin
pada tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughat
(pemberontakan) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.4 Kelompok Khawarij pada mulanya memandang
Ali dan pasukannya berada pada pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah
sah yang telah dibai’at mayoritas umat islam, sementara Mu’awiyah berada pada
pihak yang salah karena memberontak kepada khalifah yang sah. Lagi pula,
berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada
peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai
Mu’awiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.5
1 Abdu
Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad Al Baghdadi, Al- Farq bain, Al Azhar, Mesir
2 Abi
Al Fath Muhammad Abd Al Karim bin Abi Bakar As Syahrastani Al Milal Wan Nihal,
Dar Al Fikr,
Libanon, Beirut, t.t hlm. 114
3 Ali
Musthafa Al Ghurabi, Tarikh Al Firaq Al Islamiyah Wa Nasy’atu IlmiAl kalami
‘Inda Al Muslimin
maktabah Wa mathbaah Muhammad ali Shabih Wa
Auladuhu,Haihan al Azhar, mesir ,1958 ,
hlm 264
4
Harun
Nasutiion, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press 1985,
hlm .264
5
Rahman , op.cit, hlm11
Kemunculan kelompok khawarij
juga disebabkan oleh :
a. Fanatisme kesukuan.
Fanatisme kesukuan ini merupakan satu dari sebab-sebab munculnya Khawarij.
Fanatisme kesukuan ini telah hilang pada zaman Rasulullah dan Abu Bakar serta
Umar, kemudian muncul kembali pada zaman pemerintahan Utsman dan yang
setelahnya. Dan pada masa Utsman fanatisme tersebut mendapat kesempatan untuk
berkembang karena terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan-jabatan
penting dalam kekhilafahan sehingga Utsman di tuduh mengadakan gerakan
nepotisme dengan mengangkat banyak dari keluarganya untuk menjabat
jabatan-jabatan strategis di pemerintahannya,dan inilah yang dijadikan hujjah
oleh mereka untuk mengadakan kudeta terhadapnya.
b. Faktor ekonomi,
Semangat ini dapat dilihat dari kisah Dzul Khuwaishiroh bersama Rasulullah
dan kudeta berdarahnya mereka terhadap Utsman, ketika mereka merampas dan
merampok harta baitul-mal langsung setelah membunuh Utsman, demikian juga
dendam mereka terhadap Ali dalam perang jamal, ketika Ali melarang mereka
mengambil wanita dan anak-anak sebagai budak rampasan hasil perang sebagimana
perkataan mereka terhadap Ali: Awal yang membuat kami dendam padamu adalah
ketika kami berperang bersamamu di hari peperangan jamal, dan pasukan jamal
kalah, engkau membolehkan kami mengambil apa yang kami temukan dari harta benda
dan engkau mencegah kami dari mengambil wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka.
c. Semangat keagamaan.
ini pun merupakan satu penggerak mereka untuk keluar memberontak dari
penguasa yang absah.6
Ali sebenarnya sudah mencium
kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah, sehingga pada mulanya Ali
menolak permintaan itu. Akan tetapi, karena desakan sebagian pengikutnya,
terutama ahli qurra’, seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi,
dan Zaid bin Husein Ath-Tha’I, dengan terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar
(komandan pasukan Ali) untuk menghentikan peperangan.
6 http://awanaalfaizy.blogspot.com/
Setelah menerima ajakan damai,
Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai
(hakam)-nya, tetapi orang-orang Khawarij menolaknya dengan alasan bahwa
Abdullah bin Abbas adalah orang yang berasal dari kelompok Ali. Mereka lalu mengusulkan
agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara
berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim,
yaitu Ali di turunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya,
sementara Mu’awiyah dinobatkan menjadi khalifah oleh delegasinya pula sebagai
pengganti Ali, akhirnya mengecewakan orang-orang Khawarij. Sejak
itulah, orang-orang Khawarij membelot dengan mengatakan,”Mengapa kalian
berhukum kepada manusia? Tidak ada hukum selain hukum yang ada pada sisi
Allah.” Mengomentari perkataan mereka, Imam Ali menjawab,” Itu adalah ungkapan
yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada waktu itulah orang-orang
Khawarij keluar dari pasukan Ali dan
langsung menuju Hurura, sehingga Khawarij disebut juga dengan nama Hururiah.7 Kadang-kadang mereka
disebut dengan Syurah dan Al-Mariqah.
Di Harura, kelompok Khawarij melanjutkan
perlawanan selain kepada Mu’awiyah juga kepada Ali. Di sana mereka mengangkat
seorang pemimpin definitive yang bernama Abdullah bin Sahab Ar-Rasyibi.7 Sebelumnya mereka dipandu Abdullah Al-Kiwa
untuk sampai ke Harura.
2.
Doktrin-doktrin Pokok Khawarij
Di antara doktrin-doktrin pokok khawarij
adalah:
a. Khalifah atau imam harus dipilih secara
bebas oleh seluruh umatislam,
b. Khalifah tidak harus berasal dari
keturunan Arab,
c. Setiap
orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat,
6
Al
Baghdadi op.cit hal 75. Hururiah adalah nama kampong dekat kufah yang nama
aslinya Hurura. Golongan
ini
dibangsakan dengan nama kampung
ini sehingga bernama Hururiyah.
7
Ibrahim
madzkur, Filsafah Al Islamiyah, Manhaj Wa Tathbiquh, Juz II , Dar Al Maarif
Mesir,1947,hal 109
d. Khalifah dipilih
secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat
islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman,
8
Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi
setelah tahun ketujuhdari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah
menyeleweng,
9
Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia di anggap menyeleweng,
10
Mu’awiyah bin Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir,
11 Pasukan perang jamal yang melawan Ali
juga kafir,
12 Seseorang yang berdosa besar tidak lagi
disebut muslim karenanya harus dibunuh. Mereka menganggap bahwa seorang muslim
tidak lagi muslim (kafir) disebabkan tidak mau membunuh muslim lain yang telah
dianggap kafir, dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
13 Setiap muslim harus berhijrah dan
bergabung dengan golongan mereka. Apabila tidak mau bergabung, ia wajib
diperangi karena hidup dalam dar al harb
(Negara musuh), sedangkan golongan mereka di anggap berada dalam dar al islam (Negara islam).
14 Seseorang harus menghindar dari pimpinan
yang menyeleweng,
15 Adanya wa’ad dan wa’id (orang
yang baik harus masuk surga, sedangkan yang jahat harus masuk kedalam neraka),
16 Amar makruf nahi mungkar,
17 Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
tampak mutasyabihat (samar),
18 Al- Qur’an adalah makhluk,
19 Manusia bebas memutuskan perbuatannya
bukan dari Tuhan 8
Apabila
dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dapat di
kategorikan kedalam tiga kategori, yaitu politik, teologi, dan sosial. Doktrin
Khawarij dari poin a sampai dengan poin h dapat dikategorikan sebagai doktrin
politik sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan,
khususnya tentang kepala Negara (khalifah).
Melihat pengertian politik secara praktis-yaitu kemahiran bernegara,
atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalam memperoleh kekuasaan, atau
kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat manusia ingin
memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Politik ternyata
merupakan doktrin sentral khawarij. Timbulnya doktrin ini merupakan reaksi
terhadap keberadaan Mu’awiyah yang secara teoretis tidak pantas memimpin Negara
karena ia seorang tulaqa’. Kebencian Khawarij terhadap Mu’awiyah ditambah
dengan kenyataan bahwa keislamannya belum lama.9
Kelompok
Khawarij menolak untuk dipimpin orang yang dianggap tidak pantas. Jalan pintas
yang ditempuh adalah membunuhnya, termasuk orang yang mengusahakannya menjadi
khalifah. Dikumandangkanlah sikap bergerilnya untuk membunuh mereka. Dibuat
pula doktrin teologi tentang dosa besar swbagaimana tertera pada poin I dan j.
Akibat doktrinnya menentang pemerintah, khawarij harus menanggung akibatnya.
Kelompok ini selalu dikejar-kejar dan
ditumpas pemerintah. Lalu, perkembanggannya sebagaimana di tuturkan Harun
Nasution, kelompok ini sebagian besar sudah musnah. Sisa-sisanya terdapat di
Zanzibar, Afrika Utara, dan Arabia Selatan.10
Doktrin teologi khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas
langsung doktrin sentralnya, yaitu doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipenggaruhi oleh sisi budaya yang
juga radikal. Hal lain yang menyebabkan radikalitas itu adalah asal-usul mereka
yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal
itu telah membentuk watak dan tata pikirnya menjadi keras, berani, tidak
bergantung kepada orang lain, bebas, dan tidak gentar hati. Akan tetapi, mereka
fanatik dalam menjalankan agama.
9
Syed
Amir Ali, The Spirit Of Islam, Terjemahan H.B. Yasin, Bulan Bintang, cet III,
Jakarta, hlm 228
10
Nasution,
Theologi …., hlm. 21
Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berpikir
sangat simplistic; berpengetahuan sederhana;melihat pesan berdasarkan motivasi
pribadi, bukan berdasarkan data dan konsistensi logis; bersandar lebih banyak
pada sumber pesan (wadah) dari pada isi pesan; mencari informasi tentang
kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari sumber
kepercayaan orang lain; mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya; dan
menolak mengabaikan dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.11
Orang-orang
yang mempunyai prinsip khawarij sering menggunakan cara kekerasan dalam
menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang
peranan penting.
Adapun doktrin-doktrin
selanjutnya, yaitu dari poin k sampai p, dapat dikategorikan sebagai doktrin
teologis-sosial. Doktrin-doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok
Khawarij, sehingga sebagai penggamat menganggap doktrin-doktrin ini lebih mirip
dengan doktrin Mu’tazilah, meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana
kelompok Khawarij masih patut dikaji lebih mendalam. Sebab, dapat diasumsikan
bahwa orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama, sebagaimana
dilakukan kelompok khawarij, cenderung berwatak tekstualis/skriptualis,
sehingga menjadi fundamentalis. Kesan skriptualis dan fundamentalis itu
ternyata tidak tampak pada doktrin-doktrin khawarij pada poin k sampai p.
Apabila ternyata doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan
doktrin khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelompok khawarij pada dasarnya
merupakan orang-orang baik.
Hanya
keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis keras, yang
aspirasinya dikucilkan dan diabaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnyayang
simplistis, telah menjadikan mereka bersikap ekstrem.12
11
Jalaludin Rahmat, Risiko Keterbukaan, Al Hikmah, 3
Oktober, 1991, hal 3-4.
12
An Najjar, op.cit.
, hlm. 173
3.
Perkembangan Khawarij
Khawarij, sebagaimana telah dikemukakan, telah
menjadikan imamah/khilafah/politik sebagai doktrin sentral yang memicu
timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya.
Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan
kelompok khawarij menyebabkannya sangat rentan pada perpecahan, baik secara
internal kaum khawarij maupun secara eksternal dengan sesama kelompok islam
lainnya. Para pengamat telah berbeda pendapat tentang berapa banyak perpecahan
yang terjadi dalam tubuh kaum khawarij. Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini
telah pecah menjadi 20 subsekte. Harun mengatakan bahwa sekte ini telah pecah
menjadi 18 subsekte. Adapun Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan
bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
Terlepas dari beberapa banyak subsekte pecahan khawarij,
tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte khawarij yang besar
hanya ada 6, yaitu:
a. Al-Muhakkimah
Golongan Khawarij asli dan terdiri dari
pengikut-pengikut Ali, disebut golongan Al-Muhakkimah.Bagi mereka Ali,
Mu’awiyah, kedua pengantara Amr Ibn Al-As dan Abu Musa Al-Asy’ari dan semua
orang yang menyetujui paham bersalah itu dan menjadi kafir.
b. Al-Azariqah
Golongan yang dapat menyusun barisan baru dan
besar lagi kuat sesudah golongan Al-Muhakkimah hancur adalah golongan
Al-Azariqah.Daerah kekuasaan mereka terletak diperbatasan Irak dengan Iran.Nama
ini diambil dari Nafi’ Ibn Al-Azraq.
Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’
sendiri dan kepadanya mereka beri gelar Amir Al-Mu’minin. Nafi’ meninggal dalam
pertempuran di Irak pada tahun 686 M. mereka menyetujui paham bersalah itu dan
menjadi musyrik
c. Al-Nadjat
Najdah bin Ibn ‘Amir
Al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikut-pengikutnya pada mulanya ingin
menggabungkan diri dengan golongan Al-Azariqah. Tetapi dalam golongan yang
tersebut akhir ini timbul perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut Nafi’ Ibn
Al-Azraq, diantaranya Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil dan Atiah Al-Hanafi, tidak
menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tidak mau berhijrah kedalam lingkungan
Al-Azariqah adalah musyrik.
Akan tetapi mereka
berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka
hanyalah orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Adapun pengikutnya jika
mengerjakan dosa besar, benar akan mendapatkan siksaan, tetapi bukan dalam
neraka, dan kemudian akan masuk surga.
d. Al-Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari
Abd Al-Karim Ibn Ajrad yang menurut Al-Syahrastani merupakan salah satu teman
dari Atiah Al-Hanafi.Menurut paham mereka berhijrah bukanlah merupakan
kewajiban sebagai diajarkan oleh Nafi’ Ibn Al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya
merupakan kebajikan.Kaum Ajaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan mereka
dengan tidak dianggap menjadi kafir.Harta boleh dijadikan rampasan perang
hanyalah harta orang yang telah mati.
e. Al-Sufriah
Pemimpin golongan ini ialah
Ziad Ibn Al-Asfar. Dalam paham mereka dekat sama dengan golongan Al-Azariqah.
f. Al-Ibadiyah
Golongan ini merupakan
golongan yang paling beda dari seluruh golongan Khawarij. Namanya diambil dari
Abdullah Ibn Ibad yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan
Al-Azariqah.
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hokum orang
yang berbuat dosa besar, apakah masih mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya,
doktrin teologi tetap menjadi primadona pemikiran mereka, sedangkan
doktrin-doktrin yang lain hanya merupakan pelengkap. Pemikiran subsekte ini
lebih bersifat praktis dari pada teorotis, sehingga kriteria bahwa seseorang
dapat dikategorikan sebagai mukmin atau kafir tidak jelas. Hal ini menyebabkan
-dalam kondisi tertentu- seseorang dapat disebut mukmin sekaligus pada waktu
yang bersamaan disebut sebagai kafir.
Tindakan
kelompok khawarij di atas telah merisaukan hati semua umat islam saat itu.
Sebab, dengan cap kafir yang di berikan salah satu subsekte tertentu khawarij,
jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte yang lain orang bersangkutan
masih dikategorikan sebagai mukmin sehingga dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi
atau Majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin.13
Meskipun demikian, ada sekte khawarij yang agak lunak, yaitu sekte
Najdiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama.
Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah. Orang
seperti ini, kata kedua sekte di atas, tidak perlu dikucilkan dari masyarakat.14
Semua
aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan
sebagai aliran khawarij, selama terdapat indikasi doktrin yang identik dengan
aliran ini. Berkenaan dengan persoalan ini, Harun mengidentifikasi beberapa
indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran khawarij masa kini,
yaitu:
a.
Mudah
mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka, walaupun orang itu
adalah penganut agama islam;
b.
Islam
yang benar adalah islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan islam
sebagaimana yang di pahami dan di amalkan golongan lain tidak benar;
c.
Orang-orang
islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu di bawa kembali ke islam yang
sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka pahami dan amalkan;
d.
Karena
pemerintahan dan ulamayang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, mereka
memilih imam dari golongannya, yaitu imam dalam arti pemuka agama dan pemuka
pemerintahan;
e.
Mereka
bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan
pembunuhan untuk mencapai tujuannya;15
13
Thosihiko Izutsu, The Concep Of Belive in Islamic
Theology, Tiara Wacana, Yogyakarta,
Cet. I,1994,hlm. 15
14
Ibid hlm. 17
15
Nasution, Islam Rasional......,hal. 124
B.
Al-Murji’ah
1.
Latar belakang kemunculan Murji’ah
Nama
Murji’ah di ambil dari kata irja’
atau arja’a yang bermakna penundaan,
penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a
mengandung arti memberi pengharapan, yaitu kepada pelaku dosa besar untuk
memperoleh penganpunan dan rahmat Allah SWT. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu
orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang
yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yaitu Ali dan
Mu’awiyah, serta setiap pasukannya pada hari kiamat kelak.16
Ada beberapa
teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama
mengatakan bahwa gagasan irja’ atau arja’a dikembangkan oleh sebagian
sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi
pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah, baik sebagai
kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersama dengan kemunculan
Syi’ah dan Khawarij. Murji’ah, pada saat itu merupakan musuh berat Khawarij.
Teori
lain mengatakan bahwa gagasan irja’
yang merupakan basis doktrin Murji’ah muncul pertama kali sebagai gerakan
politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad
Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Watt, penggagas teori ini menceritakan bahwa
20 tahun setelah meninggalnya Mua’wiyah tahun 680, dunia islam dikoyak oleh
pertikaian sipil, yaitu Al-Mukhtar membawa paham Syi’ah ke Kufah dari tahun
685-687; Ibnu Zubair mengklaim kekhalifahan di makkah hingga kekuasaan islam.
Sebagai respons dari keadaan ini muncul gagasan irja’ atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini tampaknya
pertama kali dipergunakan sekitar tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi Thalib,
Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, Dalam surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap
politiknya dengan mengatakan,”Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi
menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama
yang melibatkan Utsman, Ali, dan Zubair (seorang tokoh pembelot ke mekkah).
16
Cyril Glasse, The Concise Ensiklopedia of Islam
Staceeny Internasional, London, 1989,
hlm 288 – 289;
Departemen
Agama RI Ensiklopedi Islam, 1990, hlm 633 - 636
Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba
menanggulangi perpecahan umat islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan
kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau mengagungkan Ali dan para
pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui
kekhalifaan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan si pendosa
Utsman.17
Teori
lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah,
dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas
usulan Amr bin ‘Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok
Ali terpecah menjadii dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya
menyatakan keluar dari Ali, yaitu khubu Khawarij, memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan
Al-Qur’an, dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah SWT. Oleh
karena itu, khawarij berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan
dihukum kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba’, membunuh
tanpa alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita
baik-baik. Pendapat Khawarij tersebut ditentang sekelompok sahabat yang
kemudian disebut Murji’ah dengan mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap
mukmin, tidak kafir, sementara dosanyadiserahkan kepada Allah SWT., apakah
mengampuninya atau tidak.18
2.
Doktrin-doktrin Pokok Murji’ah
Ajaran pokok
Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja’ atau arja’a yang
diaplikasikan dalam banyak persoalan yang dihadapinya, baik persoalan politik
maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja’
diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu
diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah di kenal
pula sebagai the queietists (kelompok
bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat Murji’ah
selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun di bidang
teologi, doktrin irja’ dikembangkan
Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu.
Pada perkembangan berikutnya,
persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks, mencakup iman,
kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sins), tauhid, tafsir Al-Quran,
eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman Nabi (the impeccability of
the prophet), hukuman atas dosa (punishment of sins), pertanyaan tentang ada
yang kafir (infidel) di kalangan generasi awal islam, tobat (redress of
wrongs), hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan
(predestination).
Berkaitan dengan
doktrin-doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt memerincinya sebagai
berikut.
a.
Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya
di akhirat kelak.
b.
Penangguhan
Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidun.
c.
Pemberian
harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
d.
Doktrin-doktrin
Murji’ah menyerupai pengajaran (mazhab) para skeptis dan empiris dari kalangan
Helenis.
Masih berkaitan
dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat
ajaran pokoknya, yaitu:17
a.
Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin ‘Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari
yang terlibat tahkim hingga kepada
Allah pada hari kiamat kelak;
b.
Menyerahkan
keputusan kepada Allah SWT, atas orang muslim yang berdosa besar;
c.
Meletakkan
(pentingnya) iman lebih utama dari pada amal;
d.
Memberikan
pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan
rahmat dari Allah SWT.
Sementara itu,
Abu ‘A’la Al-Maududi (1903-1979) menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah,
yaitu:18
a.
Iman adalah cukup
dengan percaya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Adapun amal atau perbuatan bukan
merupakan keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap
dianggap mukmin walaupun meninggalkan apa yang difardukan kepadanya dan
melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar;
b.
Dasar keselamatan
adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat
mendatangkan madharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan
penganpunan, manusia cukup menjauhkan diri dari syirik dan meninggal dalam
keadaan akidah tauhid.
17
Nasution, Teologi Islam, op.cit..., hlm. 22 – 23
18
Abul A’la Al Maududi, Al- Khalifah Wa Al Mulk, Terj. Muhammad
Al Baqir, Mizan, Bandung, 1994, hlm 279 – 280.
3.
Sekte-sekte Murji’ah
Kemunculan
sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat (bahkan
hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murji’ah. Dalam hal ini,
terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasi
sekte-sekte Murji’ah. Kesulitannya –antara lain- adalah ada beberapa tokoh
aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai pengikut
Murji’ah, tetapi pengamat lain tidak mengklaimnya. Tokoh yang dimaksud adalah
Washil bin Atha’ (…-131 H) dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah (80-150 H) dari
Ahlus Sunnah. Oleh karena itu, Asy-Syahrastany (w. 548 H), seperti dikutip oleh
Watt, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut.45
a.
Murji’ah
Khawarij.
b.
Murji’ah
Qadariah.
c.
Murji’ah
Jabariah.
d.
Murji’ah
Murni.
e.
Murji’ah
Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah).
Sementara itu,
Muhammad Imarah (I. 1931) menyebutkan 12 sekte Murji’ah, yaitu sebagai berikut.46
a.
Al-Jahmiyah,
pengikut Jahm bin Shafwan.
b.
Ash-Shalihiyah,
pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy.
c.
Al-Yunushiyah,
pengikut Yunus As-Samary.
d.
Asy-Syamriayah,
pengikut Abu Samr dan Yunus.
e.
Asy-Syawbaniyah,
pengikut Abu Syawban.
f.
Al-Ghailaniyah,
pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy.
g.
An-Najariyah,
pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr.
h.
Al-Hanafiyah,
pengikut Abu Haifah An-Nu’man.
i.
Asy-Syabibiyah,
pengikut Muhammad bin Syabib.
j.
Al-Mu’aziyah,
pengikut Muadz Ath-Thawmy.
k.
Al-Murisiyah,
pengikut Basr Al-Murisy.
l.
Al-Karamiyah,
pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany.
Harun Nasution
secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte, yaitu
golongan moderat dan golongan ekstrem. Murji’ah moderat berpendirian bahwa
pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka.
Mereka disiksa sebesar dosanya dan diampuni oleh Allah SWT. Praktis tidak masuk
neraka. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-rasul-Nya serta yang
datang darinya secara keseluruhan, namun dalam garis besar. Iman tidak
bertambah dan tidak pula berkurang. Tidak ada perbedaan manusia dalam hal ini.
Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin ‘Ali bin Abi Thalib,
Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadits.
Adapun
yang termasuk kelompok ekstrem adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah,
Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap-tiap kelompok itu
dapat dijelaskan seperti berikut.
a.
Jahmiyah,
kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang
percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan tidak
menjadi kafir karena iman dan kufur tempatnya di dalam hati, bukan bagian lain
dalam tubuh manusia.
b.
Shalihiyah, kelompok
Abu Hasan Ash-Shalihy, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur
adalah tidak tahu Tuhan. Shalat bukan merupakan ibadah kepada Allah SWT. Karena
yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya, dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu
pula zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan
kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah hanya
iman.
c.
Yunusiyah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa
melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman seseorang.
Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidak
merugikan bagi yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman
berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang
sebagai musyrik atau politeis.
d.
Hasaniyah, menyebutkan
bahwa jika seorang mengatakan,”Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya
tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini.” Orang tersebut
tetap mukmin, bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan,”Saya tahu Tuhan
mewajibkan naik haji ke ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di India
atau di tempat lain”.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah
penulis sajikan dalam bab pembahasan di atas, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Khawarij pada
mulanya adalah suatu golongan yang pada awalnya muncul sebagai pendukung Ali,
namun pada akhirnya keluar dari barisan Ali karena ketidak puasan mereka
terhadap Ali yang menerima tahkim dari Mu’awiyah,
sehingga Khawarij memberikan perlawanan dan menyatakan perang
terhadap Ali dan Mu’awiyah, sehingga dengan keluarnya mereka dari golongan Ali
maka mereka di juluki Khawarij (orang-orang yang keluar).
2. Khawarij adalah
satu golongan yang menghukumkan kafir bagi seorang muslim atau mukmin yang
berbuat dosa besar, hal ini disebabkan karena mereka memiliki pemikiran
dan pengetahuan yang praktis dalam dalam bidang politik, teologi, dan sosial
yang dikarenakan mereka adalah keturunan bangsa Arab Badawi.
3. Khawarij memiliki
tiga poin pemikiran, yaitu pemikiran dalam bidang politik sebagai pemikiran
sentral, teologis, dan sosial.
4. Khawarij terbagi
menjadi beberapa kelompok, namun mereka memiliki dua kelompok besar, yaitu Al-Azariqoh dan
Al-Ibadiah.
5. Murji’ah adalah
kelompok yang menentang doktrin-doktrin pengkafiran yang dituangkan oleh
kaum Khawarij, sekaligus secara langsung menjadi musuh besarKhawarij.
6. Murji’ah cenderung menangguhkan
keputusan akan hukuman atas
dosa- dosa
besar di masa yang akan datang dan cenderung
menyerahkannya kepada
Allah apakah dosa tersebut akan diampuni
atau tidak.
7. Murji’ah memandang
terbalik dengan Khawarij bahwa orang muslim
yang berbuat dosa besar tidak lah kafir namun
masih memiliki
kesempatan atau harapan untuk mendapatkan
pengampunan dari Allah
SWT.
8. Perbedaan
mendasar antara kedua golongan Khawarij dan Murji’ah ialah
tentang penghukuman kafir atau tidaknya
mengenai apa yang telah
dilakukan Ali dan Mu’awiyah
serta orang orang-orang yang terlibat
dalam tahkim dan
perang Jamal.
DAFTAR
PUSTAKA
Abul A’la Al Maududi,
Al- Khalifah Wa Al Mulk, Terj. Muhammad Al Baqir ,Mizan, Bandung, 1994
Departemen Agama RI,
Ensiklopedi Islam,1991
Rozak, Abdul, Ilmu Kalam
Edisi Revisi, Pustaka Setia Bandung,2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar