Jumat, 30 Januari 2015

Pemikiran Kwarij dan Murji'ah



Kata Pengantar

          Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT. kami panjatkan  atas limpahan Rahmat ,Hidayah, serta InayahNya  kami bisa menyelesaikan karya Ilmiyah berupa Makalah yang singkat ini. Sholawat sera salam mudah-mudahan tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi akhir zaman, penolong ummat, yaitu Baginda Muhammad SAW. yang telah menunjukkan kita kepada jalan yang di ridloi oleh Allah dengan ajarannya yaitu agama Islam.
              Makalah kami buat untuk memenuhi tugas dari Dosen Ilmu Kalam Jurusan PAI Fakultas Agama Islam UNISDA Lamongan yang membahas tentang munculnya beberapa aliran baru setelah Rasululloh wafat. Puncaknya ketika terjadi perang politik antara kubu Ali dan Muawiyyah sehingga Islam terpecah menjadi beberapa golongan.
             Mudah- mudahan makalah ini mudah difahami bagi pembacanya sehingga adanya suatu manfaat dari pembuatan makalah ini serta  mengenang dan mampu  memahami Sejarah Islam pada masa lalu. Apabila ada kekurangan dari penulisan makalah ini Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.





                                                                      
   Lamongan, 3 Nopember 2014



Daftar Isi


Kata Pengantar……………………………………………………….          1
Daftar Isi……………………………………………………………..           2 
BAB I  PENDAHULUAN…………………………………………..          3
            A.  Latar Belakang……………………………………………          3
             B. Rumusan Masalah…………………………………………         4
            C. Tujuan………………………………………………………        4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………..        5
A.    Khawarij…………………………………………………..         5
1.    Latar Belakang  Kemunculan Khawarij……………….         5
2.    Doktrin-doktrin Pokok Khawarij………………………        7
3.    Perkembangan khawarij………………………………..        11
B.     Murji’ah……………………………………………………        14
1.    Latar Belakang Kemunculan Murji’ah…………………        14
2.    Doktrin-doktrin Pokok Murji’ah……………………….        15
3.     Sekte-sekte Aliran Murji”ah…………………………...       16
BAB III PENUTUP…………………………………………………....       18
A.    Kesimpulan………………………………………………...       18
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………..      19










BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam Islam pada dasarnya berawal dari menyikapi permasalahan politik yang terjadi diantara umat Islam, yang akhirnya merebak pada persoalan Teologi dalam Islam. Tegasnya adalah persoalan ini bermula dari permasalahan Khilafah, yakni tentang siapa orang yang berhak menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan digunakan dalam pemilihan seorang Khalifah. Di satu sisi umat Islam masih ingin mempertahankan cara lama bahwa yang berhak menjadai Khalifah secara turun temurun dari suku bangsa Quraisy saja. Sementara di sisi lain umat Islam menginginkan Khalifah dipilih secara demokrasi, sehingga setiap umat Islam yang memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa ikut dalam pemilihan.
Manusia dalam kedudukannya sebagai Khalifah Fil Ardli mendapat kepercayaan dari Allah SWT. untuk mengemban Amanah yang sangat berat. Dia diciptakan bersama-sama dengan jin, dengan tujuan untuk senantiasa menyembah dan beribadah kepada Allah SWT., untuk itu manusia dituntut untuk mendalami, memahami serta mengamalkan pokok-pokok agamanya (Ushuluddin) ditambah cabang-cabangnya.  sehingga dia dapat menentukan jalan hidupnya yang sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya.
Ego kesukuan dan kelompok yang saling mementingkan kelompok masing-masing, memuncak pada masa kekhalifahan Usman Bin Affan, yaitu pada tahun ke 7 kekhalifahan Usman sampai masa Ali Bin Abi Thalib yang mereka anggap sudah menyeleweng dari ajaran Islam. Sehingga terjadilah saling bermusuhan, bahkan pembunuhan sesama umat Islam. Masalah pembunuhan adalah dosa besar dalam Islam, dalam menyikapi masalah inilah persoalan politik merebak ke ranah teologi dalam Islam. Dalam makalah ini Penulis membahas tentang Sejarah, Tokoh dan Ajaran Pokok golongan Khawarij dan Murjiah  yang muncul karena terjadinya permasalan politik.
B.       RUMUSAN MASALAH
     Adapun Rumusan Masalah Makalah di bawah ini adalah :
1.      Apa yang melatar belakangi berdirinya aliran Khawarij dan Murji’ah?
2.      Apa saja doktrin-doktrin  pokok dalam ajaran Khawarij dan Murji’ah?
3.      Sekte- sekte apa saja yang terdapat pada aliran Khawarij dan Murji’ah?
C.      TUJUAN
1.      Untuk membahas tentang aliran Khawarij
a.       Menjelaskan tentang aliran Khawarij
b.      Mengkaji Sejarah awal tentang munculnya Khawarij
c.       Memahami ciri-ciri faham khawarij
2.      Membahas tentang aliran Murji’ah
a.       Menjelaskan tentang aliran Murji’ah
b.      Mengkaji sejarah awal tentang muncunya Murji’ah
c.       Memahami ciri-ciri faham Murji’ah




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Khawarij
1.      Latar belakang kemunculan khawarij
 Kata khawarij secara etimologis berasal dari bahasa arab kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak.1 Berkenaan dengan pengertian etimologis ini, Syahrastani menyebut orang yang memberontak imam yang sah disebut sebagai khowarij.2 Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti setiap muslim yang memiliki sikap laten ingin keluar dari kesatuan umat islam.3
Adapun yang di maksud khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan  barisan karena tidak sepakat terhadap Ali yang menerima arbitrase/tahkim dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughat (pemberontakan) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.4  Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada pada pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat islam, sementara Mu’awiyah berada pada pihak yang salah karena memberontak kepada khalifah yang sah. Lagi pula, berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib.5
    
          1     Abdu Al-Qahir bin Thahir bin Muhammad Al Baghdadi, Al- Farq bain, Al Azhar, Mesir
            2      Abi Al Fath Muhammad Abd Al Karim bin Abi Bakar As Syahrastani Al Milal Wan Nihal, Dar Al Fikr,        
                   Libanon,    Beirut, t.t hlm. 114
           3       Ali Musthafa Al Ghurabi, Tarikh Al Firaq Al Islamiyah Wa Nasy’atu IlmiAl kalami ‘Inda    Al Muslimin 
                   maktabah Wa mathbaah Muhammad ali Shabih Wa Auladuhu,Haihan al Azhar, mesir ,1958  , hlm 264
4          Harun Nasutiion, Teologi Islam : Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press 1985, hlm .264        
5           Rahman , op.cit, hlm11
Kemunculan kelompok khawarij juga disebabkan oleh :
a.      Fanatisme kesukuan.
Fanatisme kesukuan ini merupakan satu dari sebab-sebab munculnya Khawarij. Fanatisme kesukuan ini telah hilang pada zaman Rasulullah dan Abu Bakar serta Umar, kemudian muncul kembali pada zaman pemerintahan Utsman dan yang setelahnya. Dan pada masa Utsman fanatisme tersebut mendapat kesempatan untuk berkembang karena terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan-jabatan penting dalam kekhilafahan sehingga Utsman di tuduh mengadakan gerakan nepotisme dengan mengangkat banyak dari keluarganya untuk menjabat jabatan-jabatan strategis di pemerintahannya,dan inilah yang dijadikan hujjah oleh mereka untuk mengadakan kudeta terhadapnya.
b.      Faktor ekonomi,
Semangat ini dapat dilihat dari kisah Dzul Khuwaishiroh bersama Rasulullah dan kudeta berdarahnya mereka terhadap Utsman, ketika mereka merampas dan merampok harta baitul-mal langsung setelah membunuh Utsman, demikian juga dendam mereka terhadap Ali dalam perang jamal, ketika Ali melarang mereka mengambil wanita dan anak-anak sebagai budak rampasan hasil perang sebagimana perkataan mereka terhadap Ali: Awal yang membuat kami dendam padamu adalah ketika kami berperang bersamamu di hari peperangan jamal, dan pasukan jamal kalah, engkau membolehkan kami mengambil apa yang kami temukan dari harta benda dan engkau mencegah kami dari mengambil wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka.
c.      Semangat keagamaan.
ini pun merupakan satu penggerak mereka untuk keluar memberontak dari penguasa yang absah.6
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah, sehingga pada mulanya Ali menolak permintaan itu. Akan tetapi, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra’, seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid bin Husein Ath-Tha’I, dengan terpaksa Ali memerintahkan Al-Asytar (komandan pasukan Ali) untuk menghentikan peperangan.


               6  http://awanaalfaizy.blogspot.com/
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)-nya, tetapi orang-orang Khawarij menolaknya dengan alasan bahwa Abdullah bin Abbas adalah orang yang berasal dari kelompok Ali. Mereka lalu mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yaitu Ali di turunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, sementara Mu’awiyah dinobatkan menjadi khalifah oleh delegasinya pula sebagai pengganti Ali, akhirnya mengecewakan orang-orang Khawarij. Sejak itulah, orang-orang Khawarij membelot dengan mengatakan,”Mengapa kalian berhukum kepada manusia? Tidak ada hukum selain hukum yang ada pada sisi Allah.” Mengomentari perkataan mereka, Imam Ali menjawab,” Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada waktu itulah orang-orang Khawarij keluar dari pasukan  Ali dan langsung menuju Hurura, sehingga Khawarij disebut juga dengan nama Hururiah.7 Kadang-kadang mereka disebut dengan Syurah dan Al-Mariqah.  
Di Harura, kelompok Khawarij melanjutkan perlawanan selain kepada Mu’awiyah juga kepada Ali. Di sana mereka mengangkat seorang pemimpin definitive yang bernama Abdullah bin Sahab Ar-Rasyibi.7  Sebelumnya mereka dipandu Abdullah Al-Kiwa untuk sampai ke Harura.
2.      Doktrin-doktrin Pokok Khawarij
Di antara doktrin-doktrin pokok khawarij adalah:
a.       Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umatislam,
b.      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab,
c.       Setiap orang muslim berhak menjadi khalifah asal sudah memenuhi syarat,
6          Al Baghdadi op.cit hal 75. Hururiah adalah nama kampong dekat kufah yang nama aslinya Hurura. Golongan
         ini dibangsakan dengan nama kampung ini sehingga bernama Hururiyah.
7          Ibrahim madzkur, Filsafah Al Islamiyah, Manhaj Wa Tathbiquh, Juz II , Dar Al Maarif Mesir,1947,hal 109


d.    Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh jika melakukan kezaliman,
8        Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun ketujuhdari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng,
9        Khalifah Ali juga sah, tetapi setelah terjadi arbitrase, ia di anggap menyeleweng,
10    Mu’awiyah bin Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir,
11    Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir,
12    Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim karenanya harus dibunuh. Mereka menganggap bahwa seorang muslim tidak lagi muslim (kafir) disebabkan tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir, dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula,
13    Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Apabila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al harb (Negara musuh), sedangkan golongan mereka di anggap berada dalam dar al islam (Negara islam).
14    Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng,
15    Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan yang jahat harus masuk kedalam neraka),
16    Amar makruf nahi mungkar,
17    Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasyabihat (samar),
18    Al- Qur’an adalah makhluk,
19    Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan 8 
      
         8      http://taufikirawan.wordpress.com 
                 Apabila dianalisis secara mendalam, doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dapat di kategorikan kedalam tiga kategori, yaitu politik, teologi, dan sosial. Doktrin Khawarij dari poin a sampai dengan poin h dapat dikategorikan sebagai doktrin politik sebab membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala Negara (khalifah).
                  Melihat pengertian politik secara praktis-yaitu kemahiran bernegara, atau kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalam memperoleh kekuasaan, atau kemahiran mengenai latar belakang, motivasi, dan hasrat manusia ingin memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik. Politik ternyata merupakan doktrin sentral khawarij. Timbulnya doktrin ini merupakan reaksi terhadap keberadaan Mu’awiyah yang secara teoretis tidak pantas memimpin Negara karena ia seorang tulaqa’. Kebencian Khawarij terhadap Mu’awiyah ditambah dengan kenyataan bahwa keislamannya belum lama.9
                   Kelompok Khawarij menolak untuk dipimpin orang yang dianggap tidak pantas. Jalan pintas yang ditempuh adalah membunuhnya, termasuk orang yang mengusahakannya menjadi khalifah. Dikumandangkanlah sikap bergerilnya untuk membunuh mereka. Dibuat pula doktrin teologi tentang dosa besar swbagaimana tertera pada poin I dan j. Akibat doktrinnya menentang pemerintah, khawarij harus menanggung akibatnya. Kelompok ini selalu  dikejar-kejar dan ditumpas pemerintah. Lalu, perkembanggannya sebagaimana di tuturkan Harun Nasution, kelompok ini sebagian besar sudah musnah. Sisa-sisanya terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, dan Arabia Selatan.10
               Doktrin teologi khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung doktrin sentralnya, yaitu doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipenggaruhi oleh sisi budaya yang juga radikal. Hal lain yang menyebabkan radikalitas itu adalah asal-usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu telah membentuk watak dan tata pikirnya menjadi keras, berani, tidak bergantung kepada orang lain, bebas, dan tidak gentar hati. Akan tetapi, mereka fanatik dalam menjalankan agama.
9          Syed Amir Ali, The Spirit Of Islam, Terjemahan H.B. Yasin, Bulan Bintang, cet III, Jakarta, hlm 228
10       Nasution, Theologi …., hlm. 21

Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berpikir sangat simplistic; berpengetahuan sederhana;melihat pesan berdasarkan motivasi pribadi, bukan berdasarkan data dan konsistensi logis; bersandar lebih banyak pada sumber pesan (wadah) dari pada isi pesan; mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan dari sumber kepercayaan orang lain; mempertahankan secara kaku sistem kepercayaannya; dan menolak mengabaikan dan mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayaannya.11
                 Orang-orang yang mempunyai prinsip khawarij sering menggunakan cara kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya. Sejarah mencatat bahwa kekerasan pernah memegang peranan penting.
               Adapun doktrin-doktrin selanjutnya, yaitu dari poin k sampai p, dapat dikategorikan sebagai doktrin teologis-sosial. Doktrin-doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok Khawarij, sehingga sebagai penggamat menganggap doktrin-doktrin ini lebih mirip dengan doktrin Mu’tazilah, meskipun kebenaran adanya doktrin ini dalam wacana kelompok Khawarij masih patut dikaji lebih mendalam. Sebab, dapat diasumsikan bahwa orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama, sebagaimana dilakukan kelompok khawarij, cenderung berwatak tekstualis/skriptualis, sehingga menjadi fundamentalis. Kesan skriptualis dan fundamentalis itu ternyata tidak tampak pada doktrin-doktrin khawarij pada poin k sampai p.
             Apabila ternyata doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelompok khawarij pada dasarnya merupakan orang-orang baik.
                   Hanya keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis keras, yang aspirasinya dikucilkan dan diabaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnyayang simplistis, telah menjadikan mereka bersikap ekstrem.12


11       Jalaludin Rahmat, Risiko Keterbukaan, Al Hikmah, 3 Oktober, 1991, hal 3-4.
12       An Najjar,  op.cit. , hlm. 173



3.      Perkembangan Khawarij
Khawarij, sebagaimana telah dikemukakan, telah menjadikan imamah/khilafah/politik sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya.
Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkannya sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij maupun secara eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya. Para pengamat telah berbeda pendapat tentang berapa banyak perpecahan yang terjadi dalam tubuh kaum khawarij. Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 20 subsekte. Harun mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 18 subsekte. Adapun Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.
Terlepas dari beberapa banyak subsekte pecahan khawarij, tokoh-tokoh yang disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte khawarij yang besar hanya ada 6, yaitu:
            a. Al-Muhakkimah
        Golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut golongan Al-Muhakkimah.Bagi mereka Ali, Mu’awiyah, kedua pengantara Amr Ibn Al-As dan Abu Musa Al-Asy’ari dan semua orang yang menyetujui paham bersalah itu dan menjadi kafir.     
  b. Al-Azariqah
          Golongan yang dapat menyusun barisan baru dan besar lagi kuat sesudah golongan Al-Muhakkimah hancur adalah golongan Al-Azariqah.Daerah kekuasaan mereka terletak diperbatasan Irak dengan Iran.Nama ini diambil dari Nafi’ Ibn Al-Azraq.
          Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi’ sendiri dan kepadanya mereka beri gelar Amir Al-Mu’minin. Nafi’ meninggal dalam pertempuran di Irak pada tahun 686 M. mereka menyetujui paham bersalah itu dan menjadi musyrik
c. Al-Nadjat
Najdah bin Ibn ‘Amir Al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikut-pengikutnya pada mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan Al-Azariqah. Tetapi dalam golongan yang tersebut akhir ini timbul perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut Nafi’ Ibn Al-Azraq, diantaranya Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil dan Atiah Al-Hanafi, tidak menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tidak mau berhijrah kedalam lingkungan Al-Azariqah adalah musyrik.
Akan tetapi mereka berpendapat bahwa orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa besar, benar akan mendapatkan siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk surga.
d. Al-Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari Abd Al-Karim Ibn Ajrad yang menurut Al-Syahrastani merupakan salah satu teman dari Atiah Al-Hanafi.Menurut paham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagai diajarkan oleh Nafi’ Ibn Al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya merupakan kebajikan.Kaum Ajaridah boleh tinggal diluar daerah kekuasaan mereka dengan tidak dianggap menjadi kafir.Harta boleh dijadikan rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati.
e. Al-Sufriah
Pemimpin golongan ini ialah Ziad Ibn Al-Asfar. Dalam paham mereka dekat sama dengan golongan Al-Azariqah.
f. Al-Ibadiyah
Golongan ini merupakan golongan yang paling beda dari seluruh golongan Khawarij. Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad yang pada tahun 686 M. memisahkan diri dari golongan Al-Azariqah.
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hokum orang yang berbuat dosa besar, apakah masih mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin teologi tetap menjadi primadona pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin yang lain hanya merupakan pelengkap. Pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis dari pada teorotis, sehingga kriteria bahwa seseorang dapat dikategorikan sebagai mukmin atau kafir tidak jelas. Hal ini menyebabkan -dalam kondisi tertentu- seseorang dapat disebut mukmin sekaligus pada waktu yang bersamaan disebut sebagai kafir.

           Tindakan kelompok khawarij di atas telah merisaukan hati semua umat islam saat itu. Sebab, dengan cap kafir yang di berikan salah satu subsekte tertentu khawarij, jiwa seseorang harus melayang, meskipun oleh subsekte yang lain orang bersangkutan masih dikategorikan sebagai mukmin sehingga dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi atau Majusi masih lebih berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin.13 Meskipun demikian, ada sekte khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Najdiyat dan Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya melakukan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah. Orang seperti ini, kata kedua sekte di atas, tidak perlu dikucilkan dari masyarakat.14
            Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut, dikategorikan sebagai aliran khawarij, selama terdapat indikasi doktrin yang identik dengan aliran ini. Berkenaan dengan persoalan ini, Harun mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat dikategorikan sebagai aliran khawarij masa kini, yaitu:
a.         Mudah mengafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka, walaupun orang itu adalah penganut agama islam;
b.         Islam yang benar adalah islam yang mereka pahami dan amalkan, sedangkan islam sebagaimana yang di pahami dan di amalkan golongan lain tidak benar;
c.         Orang-orang islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu di bawa kembali ke islam yang sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka pahami dan amalkan;
d.        Karena pemerintahan dan ulamayang tidak sepaham dengan mereka adalah sesat, mereka memilih imam dari golongannya, yaitu imam dalam arti pemuka agama dan pemuka pemerintahan;
e.         Mereka bersifat fanatik dalam paham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuannya;15

13       Thosihiko Izutsu, The Concep Of Belive in Islamic Theology, Tiara Wacana, Yogyakarta,
        Cet. I,1994,hlm. 15
14       Ibid hlm. 17
15       Nasution, Islam Rasional......,hal. 124

B.     Al-Murji’ah
1.         Latar belakang kemunculan Murji’ah
    
Nama Murji’ah di ambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung arti memberi pengharapan, yaitu kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh penganpunan dan rahmat Allah SWT. Selain itu, arja’a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yaitu Ali dan Mu’awiyah, serta setiap pasukannya pada hari kiamat kelak.16
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja’ atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan untuk menghindari sektarianisme. Murji’ah, baik sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersama dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Murji’ah, pada saat itu merupakan musuh berat Khawarij.
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja’ yang merupakan basis doktrin Murji’ah muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Watt, penggagas teori ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah meninggalnya Mua’wiyah tahun 680, dunia islam dikoyak oleh pertikaian sipil, yaitu Al-Mukhtar membawa paham Syi’ah ke Kufah dari tahun 685-687; Ibnu Zubair mengklaim kekhalifahan di makkah hingga kekuasaan islam. Sebagai respons dari keadaan ini muncul gagasan irja’ atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini tampaknya pertama kali dipergunakan sekitar tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, Dalam surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan,”Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan Utsman, Ali, dan Zubair (seorang tokoh pembelot ke mekkah).


16       Cyril Glasse, The Concise Ensiklopedia of Islam Staceeny  Internasional, London, 1989, hlm 288 – 289;
         Departemen Agama RI Ensiklopedi Islam, 1990, hlm 633 - 636

            Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok Syi’ah revolusioner yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui kekhalifaan Mu’awiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan si pendosa Utsman.17
Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan Amr bin ‘Ash, seorang kaki tangan Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah menjadii dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok kontra akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yaitu khubu Khawarij, memandang bahwa tahkim itu bertentangan dengan Al-Qur’an, dalam pengertian tidak bertahkim berdasarkan hukum Allah SWT. Oleh karena itu, khawarij berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan dihukum kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina, riba’, membunuh tanpa alasan yang benar, durhaka kepada orang tua, serta memfitnah wanita baik-baik. Pendapat Khawarij tersebut ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji’ah dengan mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanyadiserahkan kepada Allah SWT., apakah mengampuninya atau tidak.18

2.         Doktrin-doktrin Pokok Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja’ atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan yang dihadapinya, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja’ diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya, kelompok Murji’ah di kenal pula sebagai the queietists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berimplikasi begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik.
Adapun di bidang teologi, doktrin irja’ dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu.
 Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks, mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sins), tauhid, tafsir Al-Quran, eskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman Nabi (the impeccability of the prophet), hukuman atas dosa (punishment of sins), pertanyaan tentang ada yang kafir (infidel) di kalangan generasi awal islam, tobat (redress of wrongs), hakikat Al-Quran, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predestination).
Berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt memerincinya sebagai berikut.
a.         Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di akhirat kelak.
b.        Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dalam peringkat Al-Khalifah Ar-Rasyidun.
c.         Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.
d.        Doktrin-doktrin Murji’ah menyerupai pengajaran (mazhab) para skeptis dan empiris dari kalangan Helenis.

Masih berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:17
a.         Menunda hukuman atas Ali, Mu’awiyah, Amr bin ‘Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari yang terlibat tahkim hingga kepada Allah pada hari kiamat kelak;
b.        Menyerahkan keputusan kepada Allah SWT, atas orang muslim yang berdosa besar;
c.         Meletakkan (pentingnya) iman lebih utama dari pada amal;
d.        Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.

Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Maududi (1903-1979) menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:18
a.         Iman adalah cukup dengan percaya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Adapun amal atau perbuatan bukan merupakan keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan apa yang difardukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar;  
b.        Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madharat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan penganpunan, manusia cukup menjauhkan diri dari syirik dan meninggal dalam keadaan akidah tauhid.


17       Nasution, Teologi Islam, op.cit..., hlm. 22 – 23
18       Abul A’la Al Maududi, Al- Khalifah Wa Al Mulk, Terj. Muhammad Al Baqir, Mizan, Bandung, 1994, hlm 279 – 280.


3.         Sekte-sekte Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murji’ah. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasi sekte-sekte Murji’ah. Kesulitannya –antara lain- adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai pengikut Murji’ah, tetapi pengamat lain tidak mengklaimnya. Tokoh yang dimaksud adalah Washil bin Atha’ (…-131 H) dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah (80-150 H) dari Ahlus Sunnah. Oleh karena itu, Asy-Syahrastany (w. 548 H), seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut.45
a.         Murji’ah Khawarij.
b.        Murji’ah Qadariah.
c.         Murji’ah Jabariah.
d.        Murji’ah Murni.
e.         Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah).
Sementara itu, Muhammad Imarah (I. 1931) menyebutkan 12 sekte Murji’ah, yaitu sebagai berikut.46
a.         Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shafwan.
b.        Ash-Shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy.
c.         Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary.
d.        Asy-Syamriayah, pengikut Abu Samr dan Yunus.
e.         Asy-Syawbaniyah, pengikut Abu Syawban.
f.         Al-Ghailaniyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy.
g.        An-Najariyah, pengikut Al-Husain bin Muhammad An-Najr.
h.        Al-Hanafiyah, pengikut Abu Haifah An-Nu’man.
i.          Asy-Syabibiyah, pengikut Muhammad bin Syabib.
j.          Al-Mu’aziyah, pengikut Muadz Ath-Thawmy.
k.        Al-Murisiyah, pengikut Basr Al-Murisy.
l.          Al-Karamiyah, pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany.
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrem. Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di dalam neraka. Mereka disiksa sebesar dosanya dan diampuni oleh Allah SWT. Praktis tidak masuk neraka. Iman adalah pengetahuan tentang Tuhan dan Rasul-rasul-Nya serta yang datang darinya secara keseluruhan, namun dalam garis besar. Iman tidak bertambah dan tidak pula berkurang. Tidak ada perbedaan manusia dalam hal ini. Penggagas pendirian ini adalah Al-Hasan bin Muhammad bin ‘Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan beberapa ahli hadits.
Adapun yang termasuk kelompok ekstrem adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pandangan tiap-tiap kelompok itu dapat dijelaskan seperti berikut.
a.         Jahmiyah, kelompok Jahm bin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa orang yang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan tidak menjadi kafir karena iman dan kufur tempatnya di dalam hati, bukan bagian lain dalam tubuh manusia.
b.        Shalihiyah, kelompok Abu Hasan Ash-Shalihy, berpendapat bahwa iman adalah mengetahui Tuhan dan kufur adalah tidak tahu Tuhan. Shalat bukan merupakan ibadah kepada Allah SWT. Karena yang disebut ibadah adalah iman kepada-Nya, dalam arti mengetahui Tuhan. Begitu pula zakat, puasa, dan haji bukanlah ibadah, melainkan sekedar menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah, yang disebut ibadah hanya iman.
c.         Yunusiyah dan Ubaidiyah, melontarkan pernyataan bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman seseorang. Mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakan tidak merugikan bagi yang bersangkutan. Dalam hal ini, Muqatil bin Sulaiman berpendapat bahwa perbuatan jahat banyak atau sedikit tidak merusak iman seseorang sebagai musyrik atau politeis.
d.        Hasaniyah, menyebutkan bahwa jika seorang mengatakan,”Saya tahu Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini.” Orang tersebut tetap mukmin, bukan kafir. Begitu pula orang yang mengatakan,”Saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke ka’bah, tetapi saya tidak tahu apakah ka’bah di India atau di tempat lain”.








BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

               Berdasarkan uraian yang telah penulis sajikan dalam bab pembahasan di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Khawarij pada mulanya adalah suatu golongan yang pada awalnya muncul sebagai pendukung Ali, namun pada akhirnya keluar dari barisan Ali karena ketidak puasan mereka terhadap Ali yang menerima tahkim dari Mu’awiyah, sehingga Khawarij memberikan perlawanan dan menyatakan perang terhadap Ali dan Mu’awiyah, sehingga dengan keluarnya mereka dari golongan Ali maka mereka di juluki Khawarij (orang-orang yang keluar).
2.      Khawarij adalah satu golongan yang menghukumkan kafir bagi seorang muslim atau mukmin yang  berbuat dosa besar, hal ini disebabkan karena mereka memiliki pemikiran dan pengetahuan yang praktis dalam dalam bidang politik, teologi, dan sosial yang dikarenakan mereka adalah keturunan bangsa Arab Badawi.
3.      Khawarij memiliki tiga poin pemikiran, yaitu pemikiran dalam bidang politik sebagai pemikiran sentral, teologis, dan sosial.
4.      Khawarij terbagi menjadi beberapa kelompok, namun mereka memiliki dua kelompok besar, yaitu Al-Azariqoh dan Al-Ibadiah.
5.      Murji’ah adalah kelompok yang menentang doktrin-doktrin pengkafiran yang dituangkan oleh kaum Khawarij, sekaligus secara langsung menjadi musuh besarKhawarij.
       6.    Murji’ah cenderung menangguhkan keputusan akan hukuman atas
               dosa-   dosa besar di masa yang akan datang dan cenderung
               menyerahkannya     kepada Allah apakah dosa tersebut akan diampuni
               atau tidak.
       7.    Murji’ah memandang terbalik dengan Khawarij bahwa orang muslim
              yang berbuat dosa besar tidak lah kafir namun masih memiliki
                kesempatan atau harapan untuk mendapatkan pengampunan dari Allah
              SWT.
       8.     Perbedaan mendasar antara kedua golongan Khawarij dan Murji’ah ialah
                tentang penghukuman kafir atau tidaknya mengenai apa yang telah
               dilakukan Ali dan Mu’awiyah serta orang orang-orang yang terlibat
               dalam tahkim dan perang Jamal.



DAFTAR PUSTAKA
Abul A’la Al Maududi, Al- Khalifah Wa Al Mulk, Terj. Muhammad Al Baqir ,Mizan, Bandung, 1994
Departemen Agama RI, Ensiklopedi Islam,1991
Rozak, Abdul, Ilmu Kalam Edisi Revisi, Pustaka Setia Bandung,2012























Tidak ada komentar:

Posting Komentar