BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sebagai reaksi dari firqah yang
sesat, maka pada akhir abad ke 3 H timbullah golongan yang dikenali sebagai
Ahlussunnah wal Jamaah yang dipimpin oleh 2 orang ulama besar dalam Usuluddin
yaitu Syeikh Abu Hassan Ali Al Asy’ari dan Syeikh Abu Mansur Al Maturidi.
Perkataan Ahlussunnah wal Jamaah kadang-kadang disebut sebagai Ahlussunnah saja
atau Sunni saja dan kadang-kadang disebut Asy’ari atau Asya’irah dikaitkan
dengan ulama besarnya yang pertama yaitu Abu Hassan Ali Asy’ari.
Aliran Al-Maturidiyah adalah
sebuh aliran yang tidak jauh berbeda dengan
aliran al-Asy'ariyah.Keduanya lahir sebagai bentuk pembelaan terhadap sunnah.
Bila aliran al-Asy'ariyah berkembang di Basrah maka
aliran al-Maturidiyah berkembang di Samargand.
Asy'ari maupun Maturidi bukan tidak
paham terhadap mazhab Mu'tazilah. Bahkan al-Asy'ari
pada awalnya adalah seorang Mu'taziliy
namun terdorong oleh keinginan mempertahankan sunnah maka
lahirlah ajaran mereka hingga kemudian keduanya diberi gelar imam
ahlussunnah wal jama'ah.Sepintas kita mungkin
menyimpulkan bahwa keduanya pernah bertemu, namun hal ini membutuhkan analisa.
B. TUJUAN
1.
Untuk
memenuhi tugas mata kuliah ILMU KALAM
2.
Untuk
Mengetahui Riwayat Hidup Al-Asy’ari dan Al-Maturidi
3.
Bagaimana
Pemikiran Teologi Al-Asyari dan Al-Maturidi
C. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan pokok masalah yang
dibicarakan tentang, “Pemikiran
Kalam Al Asy’ari Dan Al Maturidi maka rumusan masalah ini
difokuskan
pada :
1.
Bagaimana
Riwayat Hidup Al-Asy’ari dan Al-Maturidi ?
2.
Dan siapa Al-Asy’ari dan Al- Maturidi itu ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. AL – ASY’ARI
Kata Khalaf biasa digunakan untuk
merujuk pada para ulama yang lahir setelah abad ke – III dengan karakteristik
yang bertolak belakang dengan yang dimiliki salaf. Karakteristik yang paling
menonjol dari khalaf adalah penakwilan terhadap sifat – sifat tuhan yang serupa
denvgan makhluk pada pengertian yang sesuai dengan ketinggian dan kesucian –
Nya.[1]
Adapun ungkapan ahlussunnah dapat
dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus.[2] Dalam
pengertian ini, Mu’tazilah – sebagaimana dengan Asy’ariah – masuk dalam barisan
Sunni.[3] Adapun sunni dalam pengertian khusus adalah madzab yang
berada dalam barisan Asy’ariah dan merupakan lawan Mu’tazilah.[4]
Ahlussunnah banyak digunakan sesudah
timbunya aliran Asy’ariah dan Maturidiah, dua aliran yang menentang ajaran –
ajaran Mu’tazilah.[5] Dalam hubungan ini, Harun Nasution dengan
meminjam keterangan tasy kubra zadah menjelaskan bahwa aliran Ahlussunnah
muncul atas keberanian dan usaha Abu Al-Hasan Al-Asy’ari sekitar tahun 300 H.[6]
1.
Riwayat Hidup Singkat Al – Asy’ari
[1] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H.
Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung
: Pustaka Setia,2014)Hlm.145
[2] Ibid, Hlm.146
[3] Ibid, Hlm.146
[4] Ibid, Hlm.146
[5] Ibid, Hlm.146
[6] Ibid, Hlm.146
[7] Ibid, Hlm.146
[8] Ibid, Hlm.146
Menurut Ibn ‘Asakir (w. 571 H), ayah
Al-Asy’ari adalah seorang yang berpaham Ahlussunnah dan ahli hadis. Ia wafat
ketika Al-Asy’ari masih kecil. Sebelum wafat, ia sempat berwasiat kepada
seorang sahabatnya yang bernama Zakaria bIn Yahya As-Saji agar mendidik
Al-Asy’ari.[9] Ibunya menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah
yang bernama Abu ‘Ali Al-Jubba’I (w. 303 H/9115 M), Ayah kandung Abu Hasyim Al
– Jubba’I (w.321 H/932 M).[10] Berkat didikan ayah tirinya, Al-Asy’ari
kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah. Sebagai tokoh Mu’tazilah, ia sering
menggantikan Al-Jubba’I dalam perdebatan menentang lawan – lawan Mu’tazilah dan
banyak menulis buku yang membela alirannya.[11]
Al-Asy’ari menganut
paham Mu’tazilah hanya sampai usia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba” ia
mengumumkan dihadapan jama’ah Masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan
paham Mu’tazilah dan akan menunjukkan keburukan – keburukanya.[12]
Menurut Ibnu Asakir, yang melatarbelakangi Al-Asy’ari meninggalkan paham
Mu’tazilah adalah pengakuan Al-Asy’ari telah bermimpi bertemu dengan Rasulullah
SAW,sebanyak tiga kali, yaitu pada malam ke – 10, ke – 20, dank ke-30 bulan
Ramadhan. Dalam tiga kali mimpinya, Rasulullah SAW. Memperingatkanya agar
segera meninggalkan paham Mu’tazilah dan segera membela paham yang telah
diriwayatkan dari beliau.[13]
[9] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H.
Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung
: Pustaka Setia,2014)Hlm.146
[10] Ibid, Hlm.147
[11] Ibid,
Hlm.147
[12] Ibid,
Hlm.147
[13] Ibid, Hlm.147
Sumber
lain mengatakan bahwa sebabnya ialah pada bulan Ramadhan ia bermimpi melihat
Nabi dan beliau berkata kepadanya, “Wahai Ali, tolonglah madzhab-madzhab yang
mengambil riwayat dariku, karena itulah yang benar.” Kejadian ini terjadi
beberapa kali, yang pertama pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, yang
kedua pada sepuluh hari yang kedua, dan yang ketika pada sepuluh hari yang
ketiga pada bulan Ramadhan. Dalam mengambil keputusan keluar dari Muktazilah,
Al-Asy’ari menyendiri selama 15 hari. Lalu, ia keluar menemui manusia
mengumumkan taubatnya. Hal itu terjadi pada tahun 300 H.[14]
Setelah
itu, Abu Hasan memposisikan dirinya sebagai pembela keyakinan-keyakinan salaf
dan menjelaskan sikap-sikap mereka. Pada fase ini, karya-karyanya menunjukkan
pada pendirian barunya. Dalam kitab Al-Ibanah, ia menjelaskan bahwa ia
berpegang pada madzhab Ahmad bin Hambal. Abul Hasan menjelaskan bahwa ia
menolak pemikirian Muktazilah, Qadariyah, Jahmiyah, Hururiyah, Rafidhah, dan
Murjiah. Dalam beragama ia berpegang pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan apa yang
diriwayatkan dari para shahabat, tabi’in, serta imam ahli hadits.[15]
[14] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006),
hal. 120
[15] Ibid, Hlm. 120
2. Pemikiran Teologi Al – Asy’ari
Formulasi pemikiran Al – Asy’ari,
secara esensial menampilkan sebuah upaya sintesis antar formulasi ortodoks
ekstrem pada satu sisi dan Mu’tazilah pada sisi lain. Dari segi etosnya, pergerakan
tersebut memiliki semangat Ortodoks. Aktualitas formulasinya jelas menampakan
sifat yang reaksionis terhadap Mu’tazilah, sebuah reaksi yang tidak bisa 100%
menghindarinya.[16] Corak pemikiran yang sintesis ini, menurut Watt
dipengaruhi teologi kullabiah (teologi sunni yang dipelopori Ibn Kullab)(w.854
M)[17]
Pemikiran – Pemikiran Al – Asy’ari
yang terpenting adalah sebagai berikut :
a.
Tuhan dan Sifat – Sifat – Nya
Perbedaan
Pendapat di kalangan mutakalimin mengenai sifat – sifat Allah tidak dapat dihindarkan
meskipun mereka setuju bahwa mengesakan Allah adalah wajib hukumnya. Al-Asy’ari
dihadapkan pada dua pandangan yang ekstrem. Pada satu pihak, ia berhadapan
dengan kelompok sifatiah (pemberi sifat), kelompok mujassimah (antropomosif),
dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa allah mempunyai semua sifat
yang disebutkan dalam al – quran dan sunnah bahwa sifat – sifat itu harus
dipahami menurut arti harfiahnya. Pada pihak lain, ia berhadapan dengan
kelompok Mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat – sifat allah tidak lain
selain esensi – Nya, dan tangan, kaki,telingan allah atau arsy atau kursi tidak
boleh diartikan secara harfiah, tetapi harus dijelaskan secara alegoris.
[16] Abdul Rozak
dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam,
(Bandung: Puskata Setia, 2006), hal. 147
[17] Ibid, Hlm. 147
Menghadapi
dua kelompok yang berbeda tersebut, Al-Asy’ari berpendapat bahwa allah memiliki
sifat – sifat (bertentangan dengan Mu’tazilah) dan sifat – sifat itu, seperti
mempunyai tangan dan kaki, tidak boleh diartikan secara harfiah, tetapi secara
simbolis (berbeda dengan pendapat kelompok sifatiah). Selanjutnya, Al-Asy’ari
berpendapat bahwa sifat – sifat allah unik dan tidak dapat dibandingkan dengan
sifat – sifat manusia yang tampaknya mirip. Sifat – sifat Allah berbeda dengan
Allah, tetapi sejauh menyangkut realitasnya tidak terpisah dari esensi – Nya.
Dengan demikian, tidak berbeda dengan Nya.[18]
b.
Kebebasan Dalam Berkehendak
Manusia
memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan serta mengaktualisasikan
perbuatanya. Al-Asy’ari mengambil pendapat menengah di antar dua pendapat yang
ekstrem, yaitu Jabariah yang fatalistic dan menganut paham pra – determinisme
semata – mata, dan Mu’tazilah yang menganut paham kebebasan mutlak dan
berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatanya sendiri.[19]
Untuk
menengahi dua pendapat diatas, Al-Asy’ari membedakan antara khaliq dan kasb.
Menurutnya, Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia
adalah yang mengupayakanya. Hanya Allah yang mampu menciptakan segala sesuatu.[20]
c.
Akal Dan Wahyu dan Kriteria baik dan buruk
[18] http://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.html,24 Oktober 2014
[19] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.148
[19] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.148
[20] Ibid, Hlm.148
[21] Ibid, Hlm.149
d.
Qadimnya Al-Qur’an
Mu’tazilah mengatakan bahwa
Al-Qur'an diciptakan (makhluk) sehingga tak qadim serta pandangan mazhab
Hambali dan Zahiriah yang mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah (yang
qadim dan tidak diciptakan). Zahiriah bahkan berpendapat bahwa semua huruf,
kata dan bunyi Al-Qur'an adalah qadim[22]. Dalam rangka mendamaikan
kedua pandangan yang saling bertentangan itu
Al-Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-kata, huruf
dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim.[23]
Nasution mengatakan bahwa Al-Qur’an bagi Al- Asy’ari tidaklah diciptakan
sebab kalau ia diciptakan, sesuai dengan ayat:[24]
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya: “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia. (Q.S. An-Nahl:40)
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya: “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia. (Q.S. An-Nahl:40)
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya: “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia. (Q.S. An-Nahl:40)
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya: “Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: "Kun (jadilah)", maka jadilah ia. (Q.S. An-Nahl:40)
[23] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka
Setia,2014)Hlm.149
[24] Ibid, Hlm.149
e.
Melihat Allah
Al
– Asy’ari tidak sependapat dengan kelompok Otodoks ekstrem, terutama Zahiriah,
yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat dan mempercayai bahwa
Allah bersemayam di ‘Arsy. Selain itu, Al-Asy’ari tidak sependapat dengan
Mu’tazilah yang mengingkari ru’yatullahdi akhirat.[25] Al-Asy’ari
yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat,[26] tetapi tidak
digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi ketika Allah menyebabkan dapat
dilihat atau Ia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat-Nya.[27]
f.
Keadilan
Pada
dasarnya Al-Asy’ari dan Mu’tazilah setuju bahwa allah itu adil. Mereka hanya
berbeda dalam cara pandang makna keadilan. Al-Asy’ari tidak sependapat dengan
ajaran Mu’tazilah yang mengharuskan allah berbuat adil sehingga ia harus
menyiksa orang yang salah dan member pahala kepada orang yang berbuat baik.
Al-Asy’ari berpendapat bahwa allah tidak memiliki keharusan apapun karena ia
adalah Penguasa Mutlak. Jika Mu’tazilah mengartikan keadilan dari visi manusia
yang memiliki dirinya, sedangkan Al-Asy’ari dari visi bahwa allah adalah
pemilik mutlak.
g.
Kedudukan Orang Berdosa
Al-Asy’ari
menolak ajaran posisi menengah yang dianut Mu’tazilah.[28] Mengingat
kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufur, predikat bagi seorang harus satu
diantaranya. Jika tidak mukmin, ia kafir. Oleh karena itu, Al-Asy’ari
berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik
sebagai iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur.[29]
[25] Prof. Dr. H. Abdul Rozak,
M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu
Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.150
[26]
Ibid, Hlm.150
[27] Ibid, Hlm.150
[29]
Ibid, Hlm.150
B. AL –
MATURIDI
Berdasarkan
buku Pengantar Teologi Islam,
aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin
Muhammad. Di samping itu, dalam buku terjemahan oleh Abd. Rahman Dahlan dan
Ahmad Qarib menjelaskan bahwa pendiri aliran maturidiyah yakni Abu Manshur
al-Maturidi, kemudian namanya dijadikan sebagai nama aliran ini.[30]
Maturidiyah
adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang
berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam
membantah penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk
menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Sejalan dengan itu juga, aliran
Maturidiyah merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur
Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah yang
merupakan ajaran teknologi yang bercorak rasional.
Abu
Manshur Muhammad ibn Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi. Ia dilahirkan di sebuah
kota kecil di daerah Samarkan yang bernama Maturid, di wilayah Trmsoxiana di
Asia Tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak
diketahui pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 hijriyah. Ia
wafat pada tahun 333 H/944 M[31]. gurunya dalam bidang fiqih dan teologi
yang bernama Nasyr bin Yahya Al-Balakhi, ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi
hidup pada masa khalifah Al-Mutwakil yang memerintah pada tahun 232-274
H/847-861 M. Karir pendidikan Al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk menekuni
bidang teologi dari pada fiqih. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam
bentuk karya tulis, diantaranya adalah kitab Tauhid, Ta’wil Al-Qur'an Makhas
Asy-Syara’I, Al-jald, dll. Selain itu ada pula karangan-karangan yang diduga
ditulis oleh Al-Maturidi yaitu Al-aqaid dan sarah fiqih.
[30] A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet. 1; Jakarta:
Pustaka Al Husna Baru: 2003), hlm. 167.
[31] Abdul
Rozak dan Rosihon anwar,op.cit.,hlm124
Al-Maturidiah merupakan salah satu sekte Ahl-al-sunnah
al-Jamaah, yang tampil dengan Asy’ariyah.Maturidiah da Asy’ariyah di lahirkan
oleh kondisi social dan pemikiran yang sama.kedua aliran ini datang untuk
memenuhi kebutuhan mendesak yng menyerukan untuk menyelamatkan diri dari
ekstriminasi kaum rasionalis,dimana yang berada di paling depan adalah kaum
mu’tazilah,maupun ekstrimitas kaum tekstualitas di mana yang berada di barisan
paling depan adalah kaum Hanabilah.
1.
Riwayat Hidup Singkat Al-Maturidi
Abu Mashur Al-Maturidi dilahirkan di
Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkand, wilayah Trmsoxiana di asia
tengah, daerah yang sekarang disebut Uzbekistan. Tahun Kelahiranya tidak
diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3
Hijriah. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M.[29] Gurunya dalam bidang fiqih
dan teologi bernama Nasyr bin yahya Al-Balakhi. Ia wafat pada tahun 268 H.[30]
Ia hidup pada masa khalifah Al-Mutawakkil yang memerintah pada tahun 232-274
H/847-861 M.
[32] Prof. Dr. H. Abdul Rozak,
M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu
Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.150
[33] Ibid, Hlm.151
[34] Ibid, Hlm.151
2. Pemikiran Teologi
Al-Maturidi
a.
Akal dan wahyu
Dalam
pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal dalam bab
ini ia sama dengan Al-asy’ari. Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan
kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam
mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur'an yang
memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha memperoleh pengetahuan
dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam
tentang makhluk ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh
pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk
melakukannya. Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman
dan pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintah
ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak mampu mengetahui
kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam
masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk
sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan
syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu.
Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai pembimbing
Al-Maturidi
membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
1. Akal dengan sendirinya hanya
mengetahui kebaikan sesuatu itu.
2. Akal dengan sendirinya hanya
mengetahui kebutuhan sesuatu itu
3. Akal tidak mengetahui
kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali
dengan petunjuk ajaran wahyu.[35]
Jadi, yang baik itu baik
karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk karena larangan Allah. Pada
korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi tengah dari Mutazilah dan
Al-Asy’ari.
b. Perbuatan manusia
Menurut
Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam
wujud ini adalah ciptaannya. Dalam hal ini, Al-Maturidi mempertemukan antara
ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan
manusia.
Dengan
demikian tidak ada peretentangan antara qudrat tuhan yang menciptakan perbuatan
manusia dan ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya di ciptakan
dalam diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah perbuatan manusia sendiri
dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya manusia.[36]
Dalam masaslah pemakaian daya,
Al-Maturidi membawa paham Abu Hanifah, yaitu adanya masyi’ah dan rida.
Kebebasan manusia dalam melakukan baik atau buruk tetap dalam kehendak
tuhan,tetapi memilih yang diridhai-Nya atau yang tidak diridhai-Nya. Manusia
berbuat baik ats kehendak dan kerelaan tuhan, dan berbuat buruk juga atas
kehendak tuhan, tetapi tidak atas kerelaan-Nya. Dengan demikian,
manusia dalam paham Al-Maturidi tidak sebebas manusia dalam paham Mu’tazilah.
[36] Prof.
Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.152
c.
Kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan
Menurut
Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi perbuatan dan
kehendaknya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah
ditetapkannya sendiri.
d.
Sifat Tuhan
Dalam
hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan
keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat Tuhan,
sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan.
Berkaitan dengan masalah sifat tuhan,
dapat ditemukan persamaan antara pemikiran Al-Maturidi dengan Al-Asy’ari.
Seperti halnya Al-Asy’ari,Ia berpendapat bahwa tuhan mempunyai sifat-sifat,
seperti sama’, basyar, dan sebagainya.[40] Walaupun begitu,
pengertian Al-Maturidi berbeda dengan Al-Asy’ari. Al-Asy’ari mengartikan sifat
tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat, melainkan melekat pada dzat. Menrut
Al-Maturidi, sifat tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan bukan pula lain dari
esensi-Nya. Sifat-sifat tuhan itu mulazamah (ada bersama, baca : inheren) dzat
tanpa terpisah, (innaha lam takun’ ain adz-dzat wa la hiya ghairuhu).
Menetapkan sifat bagi allah tidak harus membawa pada pengertian
antropomorfisme karna sifat tidak
berwujud yang tersendiri dari dzat, sehingga berbilang sifat tidak akan membawa
pada berbilangnya yang qadim.
Tampaknya, paham Al-Maturidi tentang
makna sifat tuhan cenderung mendekati paham Mu’tazilah. Perbedaan keduanya
terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat tuhan, sedangkan
mu’tazilah menolak adanya sifat – sifat tuhan.
e.
Melihat Tuhan
Al-Maturidi
mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan oleh
Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat 22dan 23. namun
melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena
keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.
f. Kalam Tuhan
Al-Maturidi
membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam
nafsi (sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat
qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah
baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya
bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui, kecuali
dengan suatu perantara.[37]
[37] Prof. Dr. H.
Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.155
g.
Perbuatan manusia
Menurut Al-Maturidi, tidak
ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali semuanya atas kehendak
Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi kehendak Tuhan kecuali karena
ada hikmah dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena
itu, tuhan tidak wjib beerbuat ash-shalah wa-al ashlah (yang baik dan
terbaik bagi manusia). setiap perbuatan tuhan yang bersifat mencipta atau
kewajiban-kewajiban yang di bebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan
keadilan yang di kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :
1.
Tuhan tidak akan membebankan
kewajiban-kewajiban kepada
manusia di luar kemampuannya
karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan manusioa juga di beri
kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan perbuatannya.
2.
Hukuman atau ancaman dan
janji terjadi karena merupakan
tuntunan keadilan yang sudah di tetapkan-Nya.
h.
Pelaku dosa besar
Al-Maturidi
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam
neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan sudah
menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan
perbuatannya.kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang berbuat dosa
syirik.dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan
pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain
syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad.[38]
[38] Prof.
Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.157
i.
Pengutusan Rasul
Pandangan
Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang berpendapat bahwa
pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan agar manusia
dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
Pengutusan
rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya wahyu yang
di sampaikan rasul berarti mansia telah membebankan sesuatu yang berada di luar
kemampuannya kepada akalnya.[39]
Akal tidak selamanya mampu mengetahui
kewajiban – kewajiban yang dibebankan kepada manusia, seperti kewajiban
mengetahui baik dan buruk serta kewajiban lainnya dari syariat yang dibebankan
kepada manusia. Al-Maturidi berpendapat bahwa akal memerlukan bimbingan ajaran
wahyu untuk dapat mengetahui kewajiban-kewajiban tersebut. Jadi, pengutusan
rosul adalah hal niscaya yang berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa
mengikuti jaran wahyu yang disampaikan rosul, berarti manusia membebankan
akalnya pada sesuatu yang berada diluar kemampuanya.[40]
[39] Nasution.op.cit hal 131-132
[40] Prof.
Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.156
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kelompok Asy’ariyah dan Al-maturidi muncul
karena ketidakpuasan Abul Hasan Al-Asy’ari dan Abu Manshur Muhammad ibn
Muhammad ibn Mahmud Al-Maturidi terhadap argumen dan pendapat-pendapat yang dilontarkan
oleh kelompok Muktazilah. Dalam perjalannya, Asy’ari sendiri mengalami tiga
periode dalam pemahaman akidahnya, yaitu Muktazilah, kontra Muktazilah, dan
Salaf.
Pemikiran-pemikiran al-Maturidi jika dikaji lebih dekat, maka akan didapati bahwa al-Maturidi memberikan otoritas yang lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari. Namun demikian di kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham Mu’tazilah dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al-Bazdawi yang condong kepada Asy’ariyah.
Pemikiran-pemikiran al-Maturidi jika dikaji lebih dekat, maka akan didapati bahwa al-Maturidi memberikan otoritas yang lebih besar kepada akal manusia dibandingkan dengan Asy’ari. Namun demikian di kalangan Maturidiah sendiri ada dua kelompok yang juga memiliki kecenderungan pemikiran yang berbeda yaitu kelompok Samarkand yaitu pengikut-pengikut al-Maturidi sendiri yang paham-paham teologinya lebih dekat kepada paham Mu’tazilah dan kelompok Bukhara yaitu pengikut al-Bazdawi yang condong kepada Asy’ariyah.
B. Saran
Apabila penyusunan makalah ini ada yang
kurang berkenan dihati pembaca, kami selaku pemakalah meminta ma'af dan semoga
ada kritik dan saran yang bermanfa'at dan membangun dari para pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof.
Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)
Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia,
2006),
A.
Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Al Husna
Baru: 2003)
Abdul Rozak dan Rosihon anwar,op.cit.,
Nasution.op.cit
hal 131-132
FOOTNOTE
[1] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H.
Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung
: Pustaka Setia,2014)Hlm.145
[2] Ibid, Hlm.146
[3] Ibid, Hlm.146
[4] Ibid, Hlm.146
[5] Ibid, Hlm.146
[6] Ibid, Hlm.146
[7] Ibid, Hlm.146
[8] Ibid, Hlm.146
[9] Prof. Dr.
H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.146
[10] Ibid, Hlm.147
[11] Ibid,
Hlm.147
[12] Ibid,
Hlm.147
[13] Ibid, Hlm.147
[14] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), hal. 120
[15] Ibid, Hlm. 120
[16] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), hal. 147
[17] Ibid, Hlm. 147
[18] http://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.html,24
Oktober 2014
[19] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.148
[19] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.148
[20] Ibid, Hlm.148
[21] Ibid, Hlm.149
[23] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H.
Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung
: Pustaka Setia,2014)Hlm.149
[24] Ibid, Hlm.149
[25] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon
Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung :
Pustaka Setia,2014)Hlm.150
[26] Ibid,
Hlm.150
[27] Ibid,
Hlm.150
[29] Ibid, Hlm.150
[30] A. Hanafi, Pengantar Teologi Islam, (Cet. 1; Jakarta:
Pustaka Al Husna Baru: 2003), hlm. 167.
[31] Abdul
Rozak dan Rosihon anwar,op.cit.,hlm124
[32] Prof. Dr. H. Abdul Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H.
Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung
: Pustaka Setia,2014)Hlm.150
[33] Ibid, Hlm.151
[34] Ibid, Hlm.151
[36] Prof. Dr. H. Abdul
Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.152
[37] Prof. Dr. H. Abdul Rozak,
M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu
Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.155
[38] Prof. Dr. H. Abdul Rozak,
M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu
Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.157
[39] Nasution.op.cit hal 131-132
[40] Prof. Dr. H. Abdul
Rozak, M.Ag.Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag.,Ilmu Kalam(Bandung : Pustaka Setia,2014)Hlm.156
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul “Pemikiran
Kalam Ahlussunnah Al-Asy’ari Dan Al-Maturidi” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala
keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu
mata kuliah Ilmu Kalam yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini, serta pada anggota tim kelompok 8 yang selalu kompak dan
konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini,
dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya
dan pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya
makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Sukodadi, 20 Oktober 2014
Tim Penulis
![]() |
DAFTAR ISI
Kata pengantar .............................................................................................i
Daftar isi ......................................................................................................ii
Bab I pendahuluan ............................................................................................1
A. Latar belakang ..............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................1
C. Rumusan Masalah ........................................................................................1
Bab II Pembahasan...........................................................................................2
Kata pengantar .............................................................................................i
Daftar isi ......................................................................................................ii
Bab I pendahuluan ............................................................................................1
A. Latar belakang ..............................................................................................1
B. Tujuan...........................................................................................................1
C. Rumusan Masalah ........................................................................................1
Bab II Pembahasan...........................................................................................2
A. AL – ASY’ARI....................................................................................................2
1. Riwayat Hidup Singkat Al – Asy’ari........................................................2
1. Riwayat Hidup Singkat Al – Asy’ari........................................................2
2. Pemikiran Teologi
Al-Asy’ari…………………………….......................5
a. Tuhan Dan Sifat”Nya……………………………..................................5
b. Kebebasan
Dalam Berkehendak.............................................................6
c. Akal Dan Wahyu Dan Kriteria Baik Dan Buruk....................................6
d. Qadimnya Al – Qur’an……………………............................................7
e. Melihat Allah
…………………………………………………………..8
f.
Keadilan………………………………………………………………...8
g. Kedudukan Orang Berdosa…………………………………………….8
B. AL – MATURIDI …………………………………………………………………9
B. AL – MATURIDI …………………………………………………………………9
1.
Riwayat Singkat Al-Maturidi …………………………………………..10
2. Pemikiran Teologi Al – Maturidi
………………………………………11
a. Akal Dan Wahyu …………………………………………………….11
a. Akal Dan Wahyu …………………………………………………….11
b.
Perbuatan Manusia ………………………………………………......12
c.
Kekuasaan Dan Kehendak Mutlak Tuhan …………………………..13
d. Sifat Tuhan
…………………………………………………………...13
e. Melihat Tuhan
………………………………………………………..14
f. Kalam Tuham
………………………………………………………..14
g.
Perbuatan Manusia …………………………………………………..15
h. Pelaku Dosa Besar …………………………………………………...15
i. Pengutusan Rosul …………………………………………………….16
Bab III Penutup
.................................................................................................17
A. Kesimpulan.......... ........................................................................................17
B. Saran .............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................18
A. Kesimpulan.......... ........................................................................................17
B. Saran .............................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................18
|

alhamdulillah dapet ilmu aku.... makalahnya lengkap di sertai footnote juga lagi... jadi nambah manteb
BalasHapus