BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ajaran Islam, yang sumber
ajarannya berasal dari Al-qur’an dan sunnah Nabi, diyakini oleh umat Islam
dapat mengantisipasi segala kemungkinan yang diproduksi oleh perputaran zaman.
Pada dasarnya Islam itu satu, tetapi pada kenyataannya bahwa tampilan Islam itu
beragam, karena lokasi penampilannya mempunyai budaya yang beragam, perubahan
jaman telah membawa budaya dan teknologi yang berbeda-beda.Misalnya, ada
komunitas yang senang menampilkan Islam dengan pemerintahan kerajaan, ada pula
yang senang pemerintahan republik.Bahkan, ada yang ingin kembali ke pemerintah
bentuk khilafah Ada yang terikat dengan teks Al-Qur’an dan Hadis dalam memahami
ajaran Islam.
Tidak bisa
dihindari lagi, semua merasa pemikirannyalah yang paling benar antara sesama
Muslim yang terjadi dimana-mana dalam rangka menampilkan Islam.Tampaknya,
pemahaman itu utuh, pesan ketuhanan dapat ditangkap, fanatik buta dapat
diredam, sejarah tampilan ajaran Islam dari waktu ke waktu perlu dicermati. Dengan cara ini proses terselengaranya
syariat Islam di masa Nabi dan generasai-generasi berikutnya dapat dipahami.
Alasan kebijakan para tokoh Islam untuk maksud ini pun dapat dimengerti.Dalam
era kontemporer ini kemudian teraktualisasi perdebatan kalam dikalangan tokoh
modernis.
Di antara tokoh yang ada di era kontemporer
ini adalah Ismail Al-Faruqi dan Hasan
Hanafi. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang ilmu kalam masa kini
tentang pemikiran tokoh yang telah disebutkan di atas.
A. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Ilmu
kalam masa kini ?
2.
Bagaimana latar
belakang Ismail Al-Faruqi ?
3.
Bagaimana pemikiran
kalam Ismail Al-Faruqi ?
4.
Apa saja karya-karya
Ismail Al-Faruqi ?
5.
Bagaimana latar
belakang Hasan Hanafi ?
6.
Bagaimana pemikiran
kalam Hasan Hanafi ?
7.
Apa saja karya-karya
Hasan Hanafi ?
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
Ilmu kalam masa kini.
2.
Untuk mengetahui
latar belakang Ismail Al-Faruqi.
3.
Untuk mengetahui
pemikiran kalam Ismail Al-Faruqi.
4.
Untuk mengetahui
apa saja karya-karya Ismail Al-Faruqi.
5.
Untuk mengetahui
latar belakang Hasan Hanafi.
6.
Untuk mengetahui
pemikiran kalam Hasan Hanafi.
7.
Untuk mengetahui
apa saja karya-karya Hasan Hanafi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ilmu Kalam MasaKini
Ilmu kalam atau
Teologi termasuk salah satu bidang study Islam yang amat dikenal baik oleh kalangan akademis maupun oleh masyarakat pada
umunya. Hal ini antara lain terlihat dari keterlibatan ilmu tersebut dalam
menjelaskan berbagai masalah yang muncul dimasyarakat. Keberuntungan atau
kegagalan seseorang dalam kehidupannya sering di lihat dari sisi Teologi.Dengan
kata lain, berbagai masalah yang terjadi di masyarakat seringkali dilihat dari
sudut teologi.
Menurut Ibnu Khaldun, Ilmu Kalam ialah Ilmu yang berisi alasan
alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan
dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan terhadap orang-orang yang menyeleweng
dari kepercayaan aliran golongan Salaf dan Ahli Sunnah.[1]
Namun dalam perkembangan selanjutnya Ilmu Teologi juga berbicara
tentang berbagai masalah yang berkaitan dengan keimanan serta akibat-akibatnya,
seperti masalah iman, kufur, musyrik, murtad, masalah kehidupan akhirat dengan
berbagai kenikmatan atau penderitaannya dan lain sebagainya. Sejalan dengan
perkembangan ruang lingkup pembahasan ilmu ini, teologi juga disebut dengan
Ilmu Tauhid, Ilmu Ushulludin, Ilmu ‘Aqaid, dan Ilmu Ketuhanan.
Dari beberapa pendapat di atas segera dapat diketahui bahwa teologi
adalah adalah Ilmu yang secara khusus membahas tentang masalah ketuhanan serta
berbagai masalah yang berkaitan dengannya berdasarkan dalil-dalil yang
meyakinkan. Dengan demikian, seseorang yang mempelajarinya dapat mengetahui
bagaimana cara-cara untuk memiliki keimanan dan bagaimana pula cara menjaga
keimanan tersebut agar tidak hilang atau rusak. Dari pengertian di atas kami
akan memaparkan tentang dua tokoh modernis yaitu :
B.
Latar Belakang Singkat Ismail Al Faruqi
Ismail
Raji al-Faruqi lahir di Jaffa, Palestina pada tanggal 1 Januari 1921.Pendidikan
dasarnya dimulai dari madrasah, dan pendidikan menengahnya di Colleges des
Freres, dengan bahasa pengantar Perancis. Kemudian pada tahun 1941 lulus dari
American University of Beirut. Ismail lalu bekerja untuk pemerintah Inggris di
Palestina.Pada tahun 1945, dia dipilih sebagai Gubernur Galilea. Tapi, setelah
Israel mencaplok Palestina, ia pindah ke Amerika Serikat pada tahun 1949. Di
Amerika, ia melanjutkan pendidikan Master dalam bidang filsafat di University
of Indiana dan University of Harvard. Dia melanjutkan pendidikannya dengan
mengambil gelar doktor filsafat di University of Indiana dan di Al-Azhar
University pada tahun 1952.[2]
Dia
kemudian mengajar beberapa universitas diseluruh dunia diantaranya universitas
di Kanada, Pakistan dan Amerika Serikat.Pada tahun 1968, dia menjadi guru besar
Studi Islam di Temple University, Amerika Serikat. Sebagai anak Palestina,
al-Faruqi mengecam keras apa yang telah dilakukan oleh Zionis Israel yang
menjadi dalang pencaplokan Palestina. Namun, ia dengan tegas membedakan
Zionisme dan Yahudi. Dalam buku Islam and Zionism, ia berkata bahwa Islam adalah
agama yang menganggap agama Yahudi sebagai agama Tuhan, yang ditentang Islam
adalah politik Zionisme.
Pembunuhan
atas dirinya dan istrinya diduga karena kritiknya yang keras terhadap kaum
Zionis Yahudi. Kematian Ismail Raji al-Faruqi meninggal dunia karena dibunuh
pada tanggal 27 Mei 1986 di rumahnya.
C.
Pemikiran Kalam Ismail Al-Faruqi
Pemikiran kalam Ismail al Faruqi tertuang
dalam karyanya yang berjudul Tahwid: Its Implications for Thought and Life.
Dalam karyanya ini beliau ini mengungkapkan bahwa:
1. Tauhid sebagai inti pengalaman agama
Inti pengalaman agama, kata Al-Faruqi
adalah Tuhan. Kalimat syahadat menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan,
tindakan, dan pemikiran setiap muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran Muslim
dalam setiap waktu. Bagi kaum Muslimin, Tuhan benar-benar merupakan obsesi yang
agung.[3]Esensi
pengalaman agama dalam islam tiada lain adalah realisasi prinsip bahwa hidup
dan kehidupan ini tidaklah sia-sia.[4]
2.Tauhid sebagai pandangan dunia
Tauhid merupakan pandangan umum tentang
realitas, kebenaran, dunia, ruang dan waktu, sejarah manusia, dan takdir.
3.Tauhid sebagai intisari Islam
Esensi peradaban Islam adalah Islam
sendiri.Tidak ada satu perintah pun dalam Islam yang dapat dilepaskan dari
tauhid.Tanpa tauhid, Islam tidak aka nada. Tanpa yauhid, bukan hanya sunnah
nabi yang patut diragukan, bahkan ptanata kenabian pun menjadi hilang.[5]
4.Tauhid sebagai prinsip sejarah
Tauhid menempatkan manusia pada suatu etika berbuat atau bertindak,
yaitu etika ketika keberhargaan manusia sebagai pelaku moral diukur dari
tingkat keberhasilan yang dicapainya dalam mengisi aliran ruang dan
waktu.Eskatologi Islam tidak mempunyai sejarah formatif. Is terlahir lengkap dalam Al-Qur’an, dan
tidak mempunyai kaitan dengan situasi para pengikutnnya pada masa kelahirannya
seperti halnya dalam agama Yahudiatau Kristen. Is dipandang sebagai suatu
klimaks moral bagi kehidupan di atas bumi.
5.Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
Berbeda denga “iman” Kristen, iman Islam adalah kebenaran yang
diberikan kepada pikiran, bukan kepada perasaan manusia yang mudah dipercayai
begitu saja.Kebenaran, atau proposisi iman bukanlah misteri, hal yang dipahami
dan tidak dapat diketahui dan tidak masuk akal, melainkan bersifat kritis dan
rasional. Kebenaran-kebenarannya telah dihadapkan pada ujian keraguan dan lulus
dalan ditetapkan sebagai kebenaran.[6]
6. Tauhid sebagai prinsip metafisika
Dalam Islam, alam adalah ciptaan dan
anugerah. Sebagai ciptaan, ia bersifat teleologis, sempurna, dan teratur.
Sebagai anugerah, ia merupakan kebaikan yang tak mengandung dosa yang
disediakan untuk manusia. Tujuannya agar manusia melakukan kebaikan dan mencapai
kebahagiaan. Tiga penilaian ini, keteraturan, kebertujuan, dan kebaikan,
menjadi cirri dan meringkas pandangan umat Islam tentang alam.[7]
7.Tauhid sebagai prinsip etika
Tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah memberi
amanat-Nya kepada manusia, suatu amanat yang tidak mampu dipikul oleh langit
dan bumi. Amanat atau kepercayaan Ilahi tersebut berupa pemenuhan unsur etika
dari kehendak Ilahi, yang sifatnya mensyaratkan bahwa ia harus direalisasikan
dengan kemerdekaan, dan manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu
melaksanakannya. Dalam Islam, etika tidak dapat dipisahkan dari agama dan
bahkan dibangun di atasnya.[8]
8.Tauhid sebagai prinsip tata sosial
Dalam Islam tidak ada perbedaan antara yang
satu dengan yang lainnya. Masyarakat Islam
adalah masyarakat terbuka dan setiap manusia boleh bergabung dengannya, baik sebagai anggota tetap ataupun sebagai yang
dilindungi (dzimmah). Masyarakat Islam harus mengembangkan dirinya untuk
mencakup seluruh umat manusia. Jika tidak, ia akan kehilangan klaim keislamannya.[9]
9.Tauhid sebagai prinsip ummah
Dalam menyoroti tentang tauhid sebagai prinsip ummat, al Faruqi
membaginya kedalam tiga identitas, yakni: pertama, menenentang etnosentrisme
yakni tata sosial Islam adalah universal mencakup seluruh ummat manusia tanpa
kecuali dan tidak hanya untuk segelitir suku tertentu. Kedua, universalisme yakni Islam meliputi
seluruh ummat manusia yang cita-cita tersebut diungkapkan dalam ummat dunia.
Ketiga totalisme, yakni Islam relevan dengan setiap bidang kegiuatan hidup
manusia dalam artian Islam tidak hanya menyangkut aktivitas mnusia dan tujuan
di masa mereka saja tetapi menyangkut aktivitas manusia disetiap masa dan
tempat.[10]
10.Tauhid sebagai prinsip keluarga
Al-Faruqi memandang bahwa selama tetap
melestarikan identitas mereka dari gerogotan kumunisme dan idiologi-idiologi
Barat, umat Islam akan menjadi masyarakat yang selamat dan tetap menempati
kedudukan yang terhormat. Keluarga Islam memiliki peluang lebih besar tetap
lestari sebab ditopang oleh hukum Islam dan dideterminisi oleh hubungan erat
dengan tauhid.[11]
11.Tauhid sebagai tata politik
Al-Faruqi mengaitkan tata politik dengan
pemerintahan. Kekhalifahan didefenisikan sebagai kesepakatan tiga dimensi,
yaitu: kesepakatan wawasan (ijma’ ar-ru’yah), kehendak (ijma’ al-iradah), dan
tindakan (ijma’ al-amal). Wawasan yang dimaksud al-Faruqi adalah pengetahuan
akan nilai-nilai yang membentuk kehendak iIahi. Kehendak yang dimaksud
Al-Faruqi adalah pengetahuan akan nilai-nilai yang membentuk kehendak Ilahi.
Adapun yang dimaksud dengan tindakan adalah peelaksanaan kewajiban yang timbul
dari kesepakatan.[12]
12.Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
Al-Faruqi melihat implikasi Islam untuk
tata ekonomi ada dua prinsip, yaitu: pertama, tak ada seorang atau kelompok pun
yang dapat memeras yang lain. Kedua, tak satu kelompok pun boleh mengasingkan
atau memisahkan diri dari umat manusia lainnya dengan tujuan untuk mebatasi
kondisi ekonomi mereka pada diri mereka.[13]
13.Tauhid sebagai prinsip estetika
Dalam hal kesenian, beliau tidak menentang
kretaivitas manusia, tidak juga menentang kenikmatan dan keindahan.Menurutnya
Islam menganggap bahwa keindahan mutlak hanya ada dalam diri Tuhan dan dalam
kehendak-Nya yang diwahyukan dalam firman-firman-Nya.[14]
D. Karya-karya AI-Faruqi
Al.-Faruqi adalah ilmuan yang produktif.Ia
berhasil menulis lebih dua puluhbuku dan seratus artikel. Diantara bukunya yang
terpenting adalah:Tauhid :its Imlications for Thought and file (1982). Buku ini
mengupas tentangtauhid secara lengkap. Tauhid tidak hanya dipandang sebagai
ungkapan lisan bahkanlebih dari itu, tauhid dikaitkan dengan seluruh aspek
kehidupan manusia, baik itusegi politik, sosial, dan budaya. Dari inilah kita
dapat melihat titik tolak pemikiran Al-Faruqi yang berplikasi pada pemikirannya
dalam bidang-bidang lain.
Dalam buku Islamization of Knowledge:
General Principle and Workplan(1982), walaupun ukurannya sangat sederhana, namun
menampilkan pikiran yangcemerlang dan kaya, serta patut dijadikan rujukan
penting dalam masalah Islamisasiilmu pengetahuan, didalamnya terangkum
langkah-langkah apa yang harusditempuh dalam proses islamisasi tersebut.
Karyanya yang berhubungan dengan ilmu
perbandingan agama cukupbanyak, hal ini dapat dimaklumi karena ia sendiri
adalah orang yang ahli dalamperbandingan agama. Walaupun ia diargumentasikan
tak cukup "sukses" sebagai ahliperbandingan agama. Berbagai karya
dalam bidang ini menunjukkan ia kelewat "terbakar" oleh Islam untuk
mengaprisiasikan agama-agama lain. Ia lebihmengambil posisi sebagai pendebat
dan missionaris eguh yang membela danmendakwakan Islam. Bukunya yang secara
khusus membahas perbandinganagama adalah Cristian Ethics, Triolouge of Abraham
Faits pada buku ini terdapat tigatopik utama: Tiga agama saling memandang.
Konsep tiga agama tentang Negara dan bangsa, konsep tiga agam tentang keadilan
dan perdamaian, masing-masingpenyumbang dari Yahudi, Kristen dan Islam
menawarkan prespektif yang jelasmengenai pokok persoalan berdasarkan tiga topik
utama tersebut. Buku inimerupakan sebuah langkah baru perbandingan agama yang
dapat membuka jalanbagi pemikiran an diskusi masa depan, serta buku Historical
Atlas of the Region ofthe World.
Dan karyanya yang dianggap monumental
adalah Cultural Atlas Islam, karyaini ditulis bersama istrinya, Louis lamiya
AI-Faruqi, dan diterbitkan tak lama setelah keduanya meninggal.
Tulisan-tulisannya yang lain seperti The
Life of Muhammad (Philadelphia:Temple University Press, 1973); Urubah and
Relegion (Amsterdam: Djambatan,1961); Particularisme in the Old Testament nd
Contemporary Sect in Judaism (Cairo:League of arabe States, 1963); The Great
Asian Religion (New York: Macmillen,1969) (AI-Faruqi, 1975:XI), serta banyak
lagi artikel dan makalah yang sudahditerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.[15]
E. Latar Belakang Singkat Hasan Hanafi
Hasan Hanafi dilahirkan pada 13 Februari tahun 1935, di
Kairo.Pendidikannya diawali pada tahun 1948 dengan menamatkan pendidikan
tingkat dasar, dan melanjutkan studinya di Madrasah Tsanawiyah Khalill Agha,
Kairo yang diselesaikannya selama empat tahun.Hasan Hanafi adalah pengikut
Ikhwanul Muslimin ketika dia aktif kuliah di Universitas Kairo.Hanafi tertarik
juga untuk mempelajari pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan sosial dalam
Islam. Ia berkonsentrasi untuk mendalami pemikiran agama, revolusi, dan perubahan
sosial.[16]
Dari sekian banyak tulisan dan karyanya
yaitu: Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi
pemikirannya semenjak revolusi 1952. Kiri Islam, meskipun baru memuat tema-tema
pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah memformulasikan satu
kecenderungan pemikiran yang ideal tentang bagaimana seharusnya sumbangan agama
bagi kesejahteraan umat manusia.
F. Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
a. Kritik terhadap teologi Tradisional
Dalam
gagasannya tentang rekonstruksi teologi tradisional, Hanafi menegaskan perlunya
mengubah orientasi perangkat konseptual kepercayaan (teologi) sesuai dengan
perubahan konteks politik yang terjadi.Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa
teologi tradisonal lahir dalam konteks sejarah ketika inti keislaman yang
bertujuan untuk memelihara kemurniannya. Hal ini berbeda dengan kenyataan
sekarang bahwa Islam mengalami kekalahan akibat kolonialisasi sehingga
perubahan kerangka konseptal lama pada masa-masa permulaan yang berasal dari
kebudayaan klasik menuju kerangka konseptual yang baru yang berasal dari
kebudayaan modern harus dilakukan.[17]
Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir
dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik sosial
politik.Sehingga kritik teologi memang merupakan tindakan yang sah dan
dibenarkan karena sebagai produk pemikiran manusia yang terbuka untuk
dikritik.Hal ini sesuai dengan pendefenisian beliaun tentang definisi teologi
itu sendiri.Menurutnya teologi bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak
tunduk pada ilmu. Tuhan mengungkaplan diri dalam Sabda-Nya yang berupa wahyu.
Teologi
demikian, lanjut Hanafi, bukanlah ilmu tentang Tuhan, karena Tuhan tidak tunduk
kepada ilmu.Tuhan mengungkapkan diri dalam sabda-Nya yang berupa wahyu.Ilmu
Kalam adalah tafsir yaitu ilmu hermeneutic yang mempelajari analisis percakapan
(discourse analysis), bukan saja dari segi bentuk-bentuk murni ucapan,
melainkan juga dari segi konteksnya, yakni pengertian yang merujuk kepada
dunia. Adapun wahyu sebagai manifestasi kemauan Tuhan, yakni sabda yang dikirim
kepada manusia mempunyai muatan-muatan kemanusiaan.
Hanafi ingin meletakkan teologi Islam
tradisional pada tempat yang sebenarnya, yakni bukan pada ilmu ketuhanan yang
suci, yang tidak boleh dipersoalkan lagi dan harus diterima begitu saja secara
taken for Granted. Ia adalah ilmu kemanusiaan yang tetap terbuka untuk
diaadakan verifikasi dan falsafikasi, baik secara historis maupun eiditis.
Menurut Hasan
Hanafi, teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah pandangan yang
benar-benar hidup dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan kongkret umat
manusia hal ini disebabkan oleh sikap para penyusun teologi yang tidak
mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Sehingga menimbulkan keterpercahan antara
keimanan teoritik dengan amal praktiknya di kalangan umat.
Secara historis, teologi yang telah
menyingkap adanya benturan berbagai kepentingan dan ia sarat dengan konflik
social-politik. Teologi telah gagal pada dua tingkat: Pertama, pada tingkat
teoritis, kedua, pada tingkat praxis, yaitu gagal karena hanya menciptakan
apatisme dan negativisme.
b. Rekontruksi Teologi
Melihat sisi-sisi kelemahan teologi
tradisional, Hanafilalu mengajukan saran rekontruksi teologi. Menurutnya,
adalah mungkin untuk memfungsikan teologi menjadi ilmu-ilmu yang bermanfaat
bagi masa kini, yaitu dengan melakukan rekontruksi dan revisi, serta nenbangun
kembali epistemologi lama yang rancu dan palsu menuju epiatemologi baru yag
sahih dan lebih signifikan. Tujuan rekontruksi teologi Hanafi adalah menjadikan
teologi tidak sekedar dogma-dogma keagamaan yang kosong, melainkan menjelma
sebagai ilmu tentang pejuang social, yang menjadikan keimanan-keimanan
tradisonal memiliki fungsi secara actual sebagai landasan etik dan motivasi
manusia.
Sistem kepercayaan sesungguhnya
mengekpresikan bangunan sosial tertentu. Sistem kepercayaan menjadikan gerakan
social sebagai gerakan bagi kepentingan mayoritas yang diam (al-aglabiyah
as-sfimitah: the majority) sehingga system kepercayaan memiliki fungsi visi.
Karena memiliki fungsi revolusi, tujuan final rekonstruksi teologi tradisionla
adalah revolusi sosial. Menilai revolusi dengan agama dimasa sekarang sama
halnya dengan mengaitkan filsafat dengan syariat di masa lalu, ketika filsafat
menjadi zaman saat itu.
Sebagai konsekuensi atas pemikirannya yang
menyatakan bahwa para ulama tradisional telah gagal dalam menyusun teologi yang
modern, maka Hanafi mengajukan saran rekontruksi teologi. Adapaun langkah untuk
melakukan rekonstruksi teologi sekurang-kurangnya dilatarbelakangi oleh tiga
hal yaitu:
1). Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang
jelas di tengahpertarungan global anatar berbagai ideologi.
2). Pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi
teoritisnya, tetapi juga terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata
mewujudkan ideologi gerakan dalam sejarah. Salah satu kepentingan teologi ini
adalah memecahkan problem pendudukan tanah di Negara-negara muslim.
3). Keperingan teologi yang bersifat
praktis (amaliyah fi’liyah) yang secara
nyata diwujudkan dalam realisasi tauhid dalam dunia Islam. Hanafi menghendaki
adanya ‘teologi dunia’ yaitu teologi baru yang dapat mempersatukan umat Islam
di bawah satu orde.
Menurut Hanafi, rekontruksi teologi
merupakan salah satu cara yang mesti ditempuh jika mengharapkan agar teologi
dapat memberikan sumbangan yang kongkret dagi sejarah kemanusiaan. Kepentingan
rekontruksi itu pertama-tama untuk mentranformasikan teologgi menuju
antropologi, menjadikan teologi sebagai wacana tenntang kemanusiaan, baik
secara eksistensi, kognitif, maupun kesejarahan.
Selanjutnya Hanafi menawarkan dua hal untuk
memperoleh kesempurnaan teori ilmu dalam teologi Islam yaitu:
a). Analisis bahasa. Bahasa
serta istilah-istilah dalam teologi tradisonal adalah warisan nenek moyang di
bawah teologi, yang merupakan bahasa khas yang seolah-olah menjadi ketentuan
sejak dulu.Teologi tradisonal memiliki istilah-istilah khas seperti Allah,
iman, akhirat. Menurut Hanafi, semua ini sebenarnya menyingkapkan sifat-sifat dan
metode keilmuan, ada yang empirik-rasional seperti iman, amal, dan imamah, dan
ada yang historis seperti nubuwah serta ada pula yang metafisik seperti Allah
dan akhirat.
b). Analisis realitas. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui latar
belakang historis-sosiologis munculnya teologi di masa lalu, mendiskripsikan
pengaruh-pengaruh nyata teologi bagi kehidupan masyarakat.
Dan bagaimana ia mempunyai kekuatan mengarahkan
terhadap prilaku para pendukungnya. Analsis realitas ini berguna untuk
menentukan stressing kearah mana teologi kontemporer harus
diorientasikan.[18]
G. Karya-karya Hassan Hanafi
Karya-karya
besar Hasan Hanafi sampai sekarang baik berupa buku ataupun artikel telah
banyak beredar dan mewarnai khazanah pemikiran umat Islam dan
dunia pada umunya. Di antara karya besar Hanafi adalah sebagai berikut:
(1). Min
al-Aqidah ila ats –Tsawrah : Muhawalah li I’adah Ilmu Ushul addin
(2). Muqaddimah fi’Ilma al-Istighrab, tahun 1991
(3). Les Metodesd ‘Exegese, essai sur la science des fondaments delacomprehension,
ilm ushul al-fiqh, (Seri Desertasi,1965);
(4). L’Exeqese de la Phenomenologie L’etat actual de la methode Phenomenologique
et son application au Ph’enomene religiux (Seri Desertasi, 1965);
(5).La
Phenomenologie d L’Wxwgese ; Essa d’Une Hermeneutique
existentielle a Parti du Nouvea testan ment (Seri Desertasi, 1966)
(6). Religious Dialog and Revolution (1977)
(7).Al-Turats wa al-Tajdid (1980)
(8).Al-Yasar Al-Islami Khitabah fi An-Nahdhah al-Islamiyyah (1981),
(9).Falsafiyyah:Min Al-Aqidah Ila Ats –Tsawrah (1988)
(11).Hiwar Al-Masyriq al-Maghrib(1990)
(12).Humum Al-Fikr Wal-Wathan (1997)
(13).Hiwar
al-Aiya’ (1998), merupakan kumpulan komentar atau tanggapan
Hanafi
terhadap pemikiran sejumlah intelektual terkemuka di zamannya, termasuk
muridnya yang sangat brilian Nashr Hamid Abu Zayd.
(14).Namadzi
min al-Falsafah al-Mashiyah fi al-‘As al-Wasith : al-Mu’allili
Aghustin,
al-Iman Bahits ‘an al-‘Aql Latashim, al-Wujud wa al-Lathut Wa al-Siyasah (1973)
(15).Lessing
: Tarbiyah fi al-Jins al-Basy Ari’ wa A’mal Ukhra (1977)
(16). Jean
Paul Sarte ; Ta’ali al-Ana al-Mawjud (1978)
Di antara karya yang paling fenomenal adalah Al-Yasar Al-Islami, Al-Turats wa
al-Tajdid serta Humum Al-Fikr Wal-Wathan. Kedua karya yang
pertama
bagaimana Hanafi berupaya membongkar paradigma bahwa Islam
adalah kuno
dan tidak dapat diajak ke arah progresifitas. Hal ini dapat dilihat
dalam
uraiannya tentang bagaimana membangkitkan ghirah (semangat) berfikir dan
berkarya, sehingga Islam akan menjadi berkembang dan tidak mengalami kejumudan.
Di antara tawaran Hanafi berkaitan dengan pendongkrakan kejumudan berfikir dan
berkarya demi tegaknya masyarakat Islam yang mengamalkan nilai-nilai yang
terkandung dalam al-Qur’an adalah:
(a).Teologi Revolusioner Dalam bidang ilmu usul al-din, Kiri Islam memandang
Mu’tazilah sebagai refleksi gerakan rasionalisme, naturalisme dan kebebasan
manusia. Konsep tauhid di pandang lebih merupakan prinsip-prinsip rasional
murni dari pada konsep personidikasi seperti konsep Asy’ariah transendensi
(tanzih) mengekspresikan (tasybih), dan bahwa penyatuan antara zat (essensi)
dan sifat (attribute) lebih dekat pada keadilan dari pada memisahkan di antara
keduanya. Kiri Islam memandang Khawarij yang mendukung revolusi Islam dan teguh
dalam merebut hak-hak rakyat dalam pengembalian martabat mereka, kiri Islam
menyerukan, bahwa perbuatan adalah syarat keimanan 40umat Islam
terus berkarya, sehingga tepatlah semboyan “sedikit bicara banyak kerja”
(b).Fiqih Sosial Kiri Islam mengikuti paradigma fiqh dan usul fiqh Maliki, karena
ia menggunakan pendekatan kemaslahatan serta membela kepentingan umat muslim.
Kiri Islam menekankan perlunya keberanian dalam membuat keputusan hukum
berdasarkan realitas dan kemaslahatan umum dengan bercermin pada Malikiah.
Penggunaan akal secara optial dalam interpretasi teks bercermin pada
Syafi’iyah, dan komitmen terhadap teks bercermin pada Hambaliah.
(c). Pemikiran
Filosofis-Rasionalistik Kiri Islam mengikuti paradigma filosofis Ibnu Rusyd.
Yaitu menghindari Illuminasi dan Metafisika dengan mendayagunakan rasio untuk menganalisis
hukum alam. Filsafat rasional klasik yang dirintis al-Kindi dan bertumpu pada
rasio ilmiah memandang filsafat sebagai dasar agama, menguasai hukum alam dan
menundukkannya bagi kemaslahatan umat manusia. Maka tumbuhlah perspektif
rasional, ilmiah dan natural sebagai prinsip rekronstruksi sosial.
(d).Kritik Internal Hadits dan Tafsir Revolusioner-Ideologis Kiri Islam mempunyai
akar pada ilmu-ilmu normatif tradisional, yakni ilmu yang pertama berkembang di
sekitar wahyu ilmu-ilmu al-Qur'an, al-Hadits, tafsir dan Fiqh. Beberapa cabang
ilmu itu memung-kinkan untuk dikembangkan secara kontemporer.
(e).Rekonstruksi Sufisme Kiri Islam menolak tasawuf serta memandangnya
sebagai penyebab dekandensi kaum muslimin. Islam lalu berubah dari suatu
gerakan horizontal dalam sejarah menjadi gerakan vertikal yang keluar dari
kehidupan dunia, dan cita-cita kesejarahan menjadi cita-cita historis, dari milik
seluruh umat, Islampun menjadi milik eksklusif jemaat tarekat belaka. Pada
tingkat ekstase (al-fana) dan manunggal dengan Tuhan (al-Ittihad)
secara ilusif dan fantastik, para sufi mengakhiri pengembaraan spiritualnya
tanpa mengubah dunia.[19]Hanafi
meluncurkan jurnal berkalanya al-Yasar al-Islami 1 kiri Islami. Beberapa esai
tentang kebangkitan Islam pada tahun 1981. dalam esai pertama jurnal itu, “Apa
yang dimaksud kiri Islam?” Hassan Hanafi mendiskusikan beberapa isu penting
berkaitan dengan kebangkitan Islam. Secara singkat dapat dikatakan, kiri Islam
bertopang pada tiga pilar dalam rangka mewujudkan kebangkitan Islam, revolusi
Islam dan kesatuan ummat. Kiri Islam diterbitkan setelah kemenangan revolusi
Islam di Iran tahun 1979. Hassan Hanafi menjelaskan munculnya kiri Islam, ia
mengkaji beberapa kecenderungan yang menurutnya penting untuk didiskusikan bagi
masa depan dunia Arab – Islam :
Pertama: Ia
menggambarkan adanya kecenderungan agama di kooptasi
oleh kekuasaan, dan praktek
keagamaan diubah semata-mata
ritus.
Kedua: Liberalisme adalah subyek
kritik Hassan Hanafi meskipun secara
retorik anti kolonial, namun liberalisme
itu sendiri merupakan
produk kolonialisme Barat.
Ketiga : Kecenderungan Marxis Barat
yang bertujuan memapankan suatu
partai yang berjuang melawan kolonialisme telah menciptakan
dampak-dampak tertentu, namun belum cukup untuk membuka
kemungkinan berkembangnya khazanah intelektual muslim.
Keempat: Kecenderungan revolusi
nasionalis terakhir, telah membawa
banyak perubahan fundamental dalam struktur sosial dan
kebudayaan Arab-Islam, tapi perubahan itu tidak mempengaruhi
kesadaran massa muslim.
Hassan Hanafi telah memperlihatkan titik-titik kuat dari kecenderungan
dan
program-program itu, tapi sebagaimana telah kita lihat tadi, ia lebih
menonjolkan
kekurangannya.
Tugas kiri
Islam adalah untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan itu dan merealisasikan
tujuan-tujuannya termasuk revolusi nasional yang berbasis pada prinsip revolusi
sosialisme melalui khazanah intelektual ummat.[20]
Di bawah ini akan dijelaskan pengertian kiri Islam sendiri, beserta tugas-tugas
kiri Islam tersebut : Kiri Islam, adalah sebuah forum diantara pergerakan Islam
modern yang muncul dari berbagai kalangan di dunia Islam.
Kiri Islam, adalah sebuah manifesto yang berbasis Islam, yang dianggap sebagai
ajaran sempurna dari Tuhan kepada umat manusia.[21]Dari
realitas kebangkitan umat Hassan Hanafi mengharuskan “rekonstruksi rasionalisme
saat ini jauh lebih penting dari pada merobohkan rasionalisme seperti dalam
pemikiran sufisme klasik. Karena itu, kiri Islam sependapat dengan Mu’tazilah.
Rekonstruksi pemikiran dalam khazanah Islam adalah membangkitkan khazanah Islam
itu dan sekaligus dunia Islam.[22]
Oleh karenanya perlu dijelaskan makna antara istilah “kanan dan kiri”
dan Barat,
menurut Hasan Hanafi :
Secara umum,
kiri diartikan sebagai partai yang cenderung radikal, sosialis,
anarkis,
reformis, progresif, atau liberal. Dengan kata lain kiri selalu
menginginkan
sesuatu yang bernama kemajuan, yang memberikan inspirasi
bagi
keunggulan manusia atas sesuatu yang bernama “Takdir sosial”. Bagi
Hassan
Hanafi kiri mengangkat posisi kaum yang dikuasai, kaum yang tertindas, kaum
miskin dan yang menderita. Kiri dan kanan tidak “ada” dalam
Islam itu
sendiri, melainkan “ada” pada tatanan sosial, politik, ekonomi dan
sejarah.
Bagi Hassan Hanafi, mengenalkan terminologi kiri dan orang-orang
kiri adalah
penting bagi upaya menghapus seluruh sisa-sisa imperalisme.
Maka istilah “kanan atau barat” berarti mengembalikan “Barat” secara
geografis,
tetapi menghalau segala pengaruh kultural Barat yang merasuk ke
dalam rusuk
umat Islam dan bangsa-bangsa Muslim.[23]
Kiri Islam hadir untuk menantang dan menggantikan kedudukan
peradaban
Barat. Jika al-Afghani mengingatkan akan imperialisme militer
maka kita
pada awal abad ini telah menghadapi ancaman imperalisme ekonomi berupa
korporasi multi nasional, kiri Islam memperkuat umat Islam dari dalam, dari
tradisinya sendiri dan berdiri melawan pembaratan yang pada dasarnya bertujuan
melenyapkan kebudayaan nasional dan memperkokoh dominasi kebudayaan Barat. Maka
dari itu tugas kiri Islam sendiri adalah :
1.
Tugas kiri Islam adalah
mengembalikan peradaban Barat ke dalam batas-batas alamiahnya, menjelaskan
proporsinya, asal-usulnya. Kesesuaiannya
dengan situasi dan kesejarahan
tertentu, untuk memperlihatkan bahwa
terdapat terdapat banyak model
peradaban dan banyak jalan menuju
kemajuan.
2.
Tugas kiri Islam juga menarik peradaban
Barat bersama-sama kekuatan militernya kedalam batas-batas, setelah
imperialisme terpecah, dan menjadikannya sebagai obyek studi dari peradaban
non-barat bahkan membangun ilmu baru yakni oksidentalisme untuk menandingi
orientalisme lama.[24]
Akhirnya
sepanjang karir intelektualnya, Hassan Hanafi mempublikasikan banyak tulisan
yang di antaranya telah dibukukan dalam karya kompilasi maupun karya mandiri.
Hingga studi ini dibuat, kita dapat menyaksikan tidak kurang dari dua puluh karya
tulis Hanafi yang sempat di bukukan, karya-karya tersebut dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa bagian; pertama, karya kesarjanaan di Sorbonne; kedua, buku,
kompilasi tulisan dan artikel; dan terakhir, karya terjemahan, saduran, dan
suntingan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Faruqi adalah seorang tokoh yang sangat besahaja dalam pengembangan pemikiran
Islam komtemporer. Gagasan-gagasannya sangat brilian dalam rangka memecahkan
persoalan yang dihadapi umat Islam.
Kebesarannya yang langsung berhadapan dengan Barat membuat Al-Faruqi
mengamati sendiri tekanan-tekanan barat terhadap dunia Islam dan hal ini memunculkan
ide-ide untuk menghadapi serangan-serangan tersebut. Idenya tidak terlepas dari
konsep tauhid, karena tauhid adalah esensi Islam yang mencakup seluruh
aktifitas manusia.
Begitu pula idenya tentang Islamisasi, tidak terlepasa dari pro dan kontra
dan telah membawanya pada puncak ketenaran di dunia. Gagasannya tetap mejadi
umat Islam pada abad ini.
Hasan Hanafi dilahirkan pada 13
Februari tahun 1935, di Kairo.Dari sekian banyak tulisan dan karyanya yaitu:
Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi
pemikirannya semenjak revolusi 1952. Kiri Islam, meskipun baru memuat tema-tema
pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah memformulasikan satu
kecenderungan pemikiran yang ideal tentang bagaimana seharusnya sumbangan agama
bagi kesejahteraan umat manusia.
B. Saran
Semoga
pembahasan yang sedikit ini, dapat bermanfaat untuk kelompok kami khususkan dan
bagi pembaca umumnya. Kami juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca yang dapat membangun rasa untuk berfikir positif, agar makalah ini bisa
menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber-sumber Primer:
Al-faruqi, Ismail Raji (Ed). 1974.
Historical Atlas of the Religions of the World, New York: Macmillan co. inc.
__________1986. Islamization of
Knowledge: the general principles and the Workplan dalam Knowledge for what?
Islam abad-Fakistan: National Hijra Council.
__________1982, Tauhid. Its
Implications for Thought and Life. Wynccote USA: The lntenationallnstitute of
Islamic Thought.
__________(Ed) 1991. Trialogue of
the Abraham ic Faits Herdon, virginia:
IIIT.
__________1983, Islam an
Zionisme(artikel dalam Jhon L. Espasito) voices of Resurgent Islam. Oxford
University Press.
__________Is The Moslem Defnaple in
Terms of his economic Pursuits? (artikel dalam Khrusid Ahmad dan Zafar Ishaq
Anshari (ed. Islamic Perspectives). The Islamic Foundation, Saudi Publl ishing
House.
__________1983.Hakekat Hijrah
Strategi Dakwah Islam membangun tatanan dunia Baru. Terjemahan oleh Badri Saleh
dari The Hijraj: The necessyty of is
iqomat or vergegenwartigung.Mizan.
Bandung.
__________and Lamya Al-Faruqi, 1986.
The Cultural Atlas of Islam
__________and Absullah Omar. 1981.
Social and Natural Sciencis; the Islamic Perspective.Hodder and Stonghton King
Abdullah Aziz University Press.
Rozak
Abdul, Ilmu Kalam, Bandung : Cv.
Pustaka Setia 2014
[1]
A. Hanafi, Theologi Islam (Ilmu Kalam), (Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
cet. III, hlm. 10
[3]
Ismail Raji Al-Faruqi, Tauhid, Terj. Rahmani, Pustaka, 1988, hlm. 1
[4]
Ibid, hlm. 13
[5]
Ibid, hlm. 16, 17, 18
[6]
Ibid. hlm. 42
[7]
Ibid. hlm. 51
[8]
Ibid. hlm. 61, 64
[9]
Ibid. hlm. 102
[10]Ibid.
hlm. 109, 110, 111, dan 102
[11]
Ibid. hlm. 137
[12]
Ibid. hlm. 149, 151, 154
[13]
Ibid . hlm. 176
[14]
Ibid. hlm. 207
[15]
Ummat, dalam rubik “ rampai” No. 25
Tahun 1995, hlm 55
[16]
A.H. Ridwan,(Reformasi Intelektual Islam),(Yogyakarta:Ittaqa Press,1998), hlm.96
[17] E. Kusnadingrat, Theology dan
Pembebasan, (Gagasan Islam Kiri Hasan Hanafi), (Jakarta: Logos,1999), hlm.
63-64
[18]
Ibid, hlm. 50-51
[19] Ahmad Ridwan, Reformasi intelektual islam; Pemikiran asan
Hanafi tentang Reaktulisasitradisi keilmuan islam, ITTAQWA pres,
yogyakarta, 1998, hlm. 9-12
[20]Kazuo Shimohaki, kiri islam, Lkis, Yogyakarta, 1995, hlm.
7-9
[21]Ilham Baharudin Saenong, Hermeneneufika pembahasan Hassan hanafi,
Mkmetodologi Tafsir Al-qur’an menurut Hassan Hanafi, Teraju, Jakarta, 2002,
hlm. 11-15
[22]Ibid. hlm. 42-44
[23] Ibid. hlm. 5-6
[24] Ibid. hlm. 105